[IFAssocMeetup April] Mendalami Bootstrapping
Meetup terakhir IFAssoc kalau tidak salah di bulan Januari dan baru sempat meetup lagi di bulan April. Wajar sih, susah banget rasanya nyari waktu di tengah-tengah kesibukan para pemiliki perusahaan ini. Hehe… Ada aja masing-masing kesibukannya. Tapi yang pasti, akhirnya kami bisa kumpul-kumpul lagi buat sharing di bulan ini. Meetup kali ini dihadiri oleh Licht yang sedang fokus mengurus pesanlapang.com, RGB yang masih menangani service dan juga mixiobbq, NoLimit yang tengah mematangkan kedua produknya yang sudah rilis tahun ini (social meter dan indsight), Arsanesia yang sedang menyiapkan game dan project terbarunya, Aruline yang baru saja merger dengan salah satu game developer di Bandung, Bionus yang baru saja punya kantor di daerah kebon bibit, Radyalabs yang tengah memasuki pasa iOS, Starql yang saat ini pivot ke health care, Layang-layang mobile yang sedang menangani banyak project dan menyiapkan produk baru, Gits indonesia yang baru saja launch harpoen dan toresto card, lalu ada juga wiradipa dan rekan dari Jepang Shohei Fujita yang ikut nimbrung meetup kali ini 🙂 Berhubung meetup kita ada orang bulenya, jadi mau gak mau anak-anak IF Assoc pada sharing progress dan diskusi tema hari itu dalam bahasa Inggris. hehehe
Terkait dengan tema meetup kali ini, bootstrapping, ada beberapa startup yang hadir yang memiliki pengalaman dalam bootsrapping yang menarik. Bootstrapping sendiri adalah kondisi sebuah startup dalam menyiapkan produknya sendiri tanpa bantuan pendanaan dari siapa-siapa. Pada sesi kali ini, beberapa startup akan share pengalaman mereka dalam melakukan boostrapping agar produk mereka bisa jadi tapi dapur mereka bisa tetap ngebul. Yang pertama kali sharing adalah Aqsath dari NoLimit. NoLimit sendiri saat ini telah memiliki beberapa produk seperti NoLimit Dashboard, social meter, dan indsight. NoLimit sudah bisa running dengan produk mereka. Dari awal mereka berdiri di 2010, NoLimit sudah menekankan low cost operation, sebisa mungkin untuk menjaga budget dan tidak berfoya-foya. Produk NoLimit sendiri saat itupun dibangun ketika para foundernya masih di bangku kuliah sehingga tidak perlu ada pemasukan pun tidak masalah. Bahkan Aqsath cerita kalau mereka bukan hanya tanpa pemasukan, tapi minus, karena harus nyewa server dan sebagainya. Prinsipnya, di awal Aqsath sebagai CEO sudah bilang ke seluruh anggota tim kalau satu tahun kita akan puasa dan fokus bikin produk. Intinya adalah sesuai target, target kapan harus jadi, kapan harus testing, kapan harus release, kapan harus dapet client, semua harus sesuai target. Kalau sampai target yang ditentukan ternyata gagal, artinya produk tersebut gagal. Namun beruntungnya, sebelum target satu tahun terpenuhi, sudah ada client yang tertarik dengan produk yang temen-temen NoLimit tawarkan. Jadilah prototype produk tersebut yang sedikit dimodifikasi sesuai kebutuhan client itu menjadi sumber pemasukan pertama mereka. Dari situ, NoLimit juga jadi tahu apa yang jalan dan apa yang tidak jalan dari produk tersebut dan bisa terus memperbaiki agar produk NoLimit bisa sempurna. Akhirnya pada tanggal 11.11.11 NoLimit resmi merelease layanan mereka di social media tersebut. Pesan dari Aqsath adalah “selesein produk tepat waktu, biar moral tim gak turun.” Kalau mendengar cerita NoLimit, rasanya sesuai dengan buku yang saya pernah baca, The Art of The Start, dimana kita harus memulai dari scope yang kecil dan harus merilisnya secepat mungkin ke pasar agar tahu apa yang salah dan apa yang sudah benar.
Lalu ada cerita juga terkait dengan konsep boostrapping yang agak berbeda dari Chandra, founder Licht dan juga pengembang pesanlapang.com. Jika NoLimit beruntung bisa mengembangkan produknya ketika masih duduk di bangku kuliah dan mengeluarkan zero cost dalam pengembangan produknya, Licht butuh dana operasional untuk mewujudkan pesanlapang yang matang. Produk utama Licht adalah pesan lapang, tapi selain itu, Licht juga menerima proyekan. Strategi yang digunakan oleh Licht adalah menggunakan proyekan sebagai subsidi dari projectnya. Jadi di dalam timnya, misalakan bulan ini service, bulan depan service, maka bulan berikutnya mengerjakan pesanlapang. Lalu balik lagi ke service di saat tim marketing melakukan promosi dan perbaikan, service lagi sambil nabung operasional, lalu baru ngerjain produk mereka. Jadi dengan service yang mereka lakukan, mereka bisa mensubsidi agar produknya bisa tetap diteruskan dan bisa menjadi besar. RadyaLabs juga menggunakan konsep yang sama dimana dalam perusahaannya ada divisi yang bergerak di bidang service ada juga yang menangani produk mereka. Rasanya sebagian besar startup memiliki model bisnis yang seperti ini agar perusahaan bisa tetap berjalan namun produk juga bisa terus berkembang.
Ada satu cerita dari Starql tentang produk mereka. Starql sendiri dulunya menganut prinsip project palugada, apa lu mau gw ada. Gak ada specialty ke produk atau service apapun. Dulu sempet membuat sexy produk yang bernama Ruang Main. Produk ini sangat menarik untuk bahan pitching, untuk ikut lomba, tapi sangat sucks untuk bisa dibisniskan kata Iqbal salah satu founder Starql. Starql akhirnya berusaha untuk fokus ke satu produk saja, karena sulit rasanya membagi-bagi pikiran dan waktu untuk scope yang terlalu luas. Starql pernah pivot ke dunia pendidikan dan kini Starql memfokuskan dirinya ke bidang kesehatan. Fokus dalam hal ini, Starql tidak akan mengerjakan produk atau service lain di luar scope tersebut. Satu pesan dari Starql adalah, salah satu hal penting yang rasanya saat ini perlu dimiliki oleh pelaku startup adalah seorang mentor. Mentor dapat melihat sisi bisnis kita dengan transparan dan objektif. Objektif ini sangat penting karena kita sering menganggap ide kita adalah yang paling benar. Keberadaan mentor bisa dengan mudah mengatakan bahwa produk anda tidak baik atau ada proses yang tidak dilakukan dengan baik. Kalau saya menilai, Starql sudah memiliki tabungan cukup banyak dari project2nya selama ini sehingga ketika ingin fokus pivot ke suatu produk, tidak akan terlalu berat.
Saya ingin mengangkat sedikit cerita dari Rovio (walaupun orangnya tidak hadir di IF-Assoc). Sekarang siapa sih yang gak kenal Angry Birds? Tapi tau gak kalau Angry Birds adalah game ke 51 mereka? Puluhan game sebelum itu, mereka menempa ilmu, menimba pengalaman, dan mengumpulkan tabungan. Mereka mengerjakan game-game pesenan orang, belajar cara membuat game yang baik, dan hingga pada suatu titik, mereka mengassign suatu tim khusus yang akan semedi selama 8 bulan untuk mengembangkan Angry Birds. Memang benar bahwa kalau kita fokus pada suatu hal, pasti cepat atau lambat kita akan bisa berhasil dari situ. Tapi ada suatu analogi menarik dari Paw, founder Layang-layang mobile. Ngebuat startup, boostraps, itu seperti menyelam. Seberapa lama kita bisa menahan nafas dan berenang di bawah sebelum akhirnya bisa menikmati produk tersebut. Jadi kalau ditanya, model seperti apa yang paling pas? Ya itu tergantugn kondisi dari setiap startup dan setiap orang. Kadang penanganan seseorang berbeda dengan orang yang lain, sehingga kita harus bisa mengatur arah gerak perusahaan kita dengan baik. Semoga share ini bermanfaat bagi siapapun yang ingin mengembangkan startup dan melakukan bootsrapping.
Lalu ada sedikit diskusi tambahan di akhkir, saya agak bingung soalnya. Dari sekian banyak perusahaan yang hadri malam itu di markas besar Gits Indonesia, hanya satu perusahaan saja yang menerima investasi. Saya agak bertanya mengapa yang lain tidak mencari investor, padahal ada cukup banyak sharing produk yang menarik yang bisa menjadi produk juara. Alasan utamanya adalah sulit mencari investor yang tidak hanya sekedar ngasih uang. Uang memang penting, tapi itu saja tidak akan cukup untuk mengakselerasi bisnis kita. Kita butuh investor yang passionate terhadap produk kita juga, mereka yang juga punya link yang luas, dan punya knowledge tentang industri sehingga bisa bersama-sama mengembangkan perusahaan tersebut. Banyak kasus investor yang dateng, naro duit, terus pergi dan dateng tiap tahun sekali. Untuk itu, hati-hati dalam memilih investor. Kalau dia sama passionnya dengan kalian, memiliki link yang kuat, mengerti industri, tentu memiliki pundi-pundi keuangan yang subur, dan dengan itu kita yakin bisnis kita akan terakselerasi, maka kita boleh berpartner dengan investor tersebut. Tapi kalau tidak, lebih baik cari cara lain.
Tinggalkan Balasan