Peran Pemerintah Dalam Mendukung Industri Game Indonesia
Saya pertama kali terjun ke industri game pada tahun 2010. Kala itu saya memenangkan lomba yang diadakan oleh Nokia dengan karya perdana saya berjudul Gamelan Player dan diterbangkan ke Singapura untuk pameran di acara Communicasia. Di situ saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan Narenda dari Nokia (sekarang CEO Dicoding dan Presiden AGI) juga dengan Arief dari Agate. Baru semenjak itu, saya semakin terbuka tentang industri game di Indonesia.
Di tahun itu, yang mentrigger menggeliatnya pertumbuhan ekosistem game adalah Nokia. Nokia mengadakan program Mobile Game Developer War yang tiap season selalu melahirkan developer game top. Own Games yang sukses hari ini dengan tahu bulatnya adalah salah satu jebolan Mobile Game Developer War Nokia. Selain kompetisi, Nokia juga rajin melakukan mentoring. Saya mendapatkan banyak sekali arahan dan ilmu dari expert di Nokia dan teman-teman komunitas Nokia Developer. Dan yang paling hebatnya lagi, Nokia kala itu juga membantu mendanai top developer Nokia untuk bisa memiliki nafas cukup panjang hingga kira-kira 20k USD untuk setahun bagi satu studio. Nafas dari Nokia ini yang membuat saya bisa punya modal untuk jatuh bangun, experiment, belajar, dan terus memperkuat skill sembari survive di industri. Peran Nokia sangat vital dalam perjalanan karir saya sampai-sampai ketika Nokia diakusisi oleh Microsoft, perusahaan saya salah satu yang merasakan kehilangan yang sangat besar dari tim Nokia dan juga resource yang diberikan.
baca juga : Potensi Industri Game Dan State Game Developer Indonesia Di 2018
Semenjak itu, sudah semakin padam dukungan bagi ekosistem game dan terasa cukup lesu. Mungkin bisa dibilang momen-momen timeline yang kosong ini membuat sedikit studio game baru bisa lahir dan banyak studio game yang established yang harus gulung tikar. Untuk bertahan hidup, saya pribadi banyak mengandalkan kekuatan komunitas. Komunitas di kota Bandung sangat solid dan kami rajin meetup untuk bertukar ilmu maupun berkolaborasi untuk mengerjakan proyek bersama agar bisa survive. Tapi tentu komunitas saja tidak akan cukup, butuh ada intervensi seperti Nokia untuk bisa menghidupkan roda industri game lokal kita yang sudah sangat tertinggal jauh dari negara-negara maju. Kalau tidak ada intervensi, negara kita akan selamanya jadi konsumen game dan uang dari Indonesia akan deras bocor keluar negeri.
Interaksi Awal Pemerintah Terdahap Industri Game
Pertama kali saya melihat peran serta pemerintah terhadap industri game secara langsung adalah melalui kompetisi. Dulu ada kompetisi bernama Inaicta yang memberikan apresiasi bagi karya digital, salah satunya game. Inaicta ini di masa saya dulu kuliah merupakan ajang paling bergensi para mahasiswa. Bahkan saya ingat di salah satu mata kuliah, salah satu syarat untuk ikut ujian atau kuis dari dosen tersebut adalah kita harus sudah memiliki akun Inaicta (dan menuliskannya di lembar jawaban). Ajang seperti ini dapat memacu semangat berkarya para mahasiswa walaupun belum sampai pada tahap membangun ekosistem game.
Kemudian ketika Arsanesia sudah mulai running, saya ingat pernah diundang untuk mengikuti sebuah pelatihan yang diadakan oleh kementerian pariwisatan dan ekonomi kreatif. Acara tersebut diadakan selama 3 hari di Jakarta, kami tiap perusahaan yang mendaftar dan terpilih difasilitasi penginapan di Jakarta untuk bisa mengikuti sesi tersebut. Ini menurut saya adalah bentuk nyata yang paling kongkrit yang bisa saya lihat dan rasakan di awal-awal interaksi.
Lalu saya pernah diundang untuk menghadiri Fokus Grup Discussion di Bandung mendiskusikan tentang blueprint industri game. Mengingat umur saya yang masih sangat muda di Industri game, saya juga tidak terlihat terlalu dalam terhadap perancangannya. Outputnya sangatlah jelas, sebuah buku yang berisikan analisis kondisi industri game indonesia saat ini dan apa tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk bisa meningkatkan industri game di Indonesia. Asalkan ceklis-ceklis di buku tersebut dijalankan, harusnya market cap lokal kita bisa lebih melejit. Tapi memang karena perubahan struktur kabinet dan pemerintahan (tidak ada lagi kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif, ekonomi kreatif berubah jadi Bekraf), blueprint tersebut tidak tertindaklanjuti dengan baik. Ada beberapa item yang terlaksana di blueprint tersebut kala itu seperti Parekraf mengirim delegasi Indonesia ke luar negeri ataupun membuat coworking space untuk game developer.

Bagi yang ingin membaca blueprintnya, bisa dicek di link ini http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/publication/rencana-pengembangan-permainan-interaktif-nasional-2015-2019/
Kemudian saya juga pernah ikut FGD tentang perancangan Indonesia Game Rating System. Di kala itu, saya berharap bahwa IGRS bisa menjadi filter agak game developer lokal bisa lebih punya kesempatan untuk tumbuh sebelum diserbu oleh game-game dari luar. Walaupun sekarang saya sadar IGRS menjadi filter bukanlah hal yang semudah membalikan telapak tangan. Kominfo menginisiasi IGRS yang sekarang menjadi tools untuk bisa mengedukasi masyarakat terkait rating dari game. Memang masih belum sempurna dan masih banyak yang bisa dikembangkan, tapi IGRS merupakan elemen yang cukup vital untuk ada di Industri game di Indonesia.
baca juga : Pemerintah Mencoba Membangun Industri Game di Indonesia Dengan IGRS
Dukungan Penuh Pemerintah Terhadap Industri Game
Di kepengurusan yang lalu, dengan adanya Bekraf, saya merasakan dukungan penuh terhadap industri game menjadi lebih masif. Beberapa kementerian terkait game seperti Kominfo, Kemenperin, Kemendag, juga KSP juga memberikan support terhadap industri game di Indonesia. Saya yang saat ini ikut menjadi pengurus di Asosiasi Game Indonesia bisa melihat secara langsung bagaimana pemerintah kita ingin membantu industri game dengan segala resource dan keterbatasan yang mereka miliki. Saya juga paham bahwa banyak hal yang ingin mereka bantu, tapi memang untuk bisa menyalurkan bantuan yang tepat sasaran juga sesuai dengan hukum administrasi negara yang baik tidaklah mudah. Tentu tidak bisa semudah perusahaan swasta yang tinggal mengucurkan uang begitu saja untuk membuat program. Jadi memang pemerintah butuh bantuan pelaku industri untuk bisa membantu industri tersebut.
Asosiasi Game Indonesia berperan sangat vital untuk jadi jembatan komunikasi untuk bisa membantu memetakan permasalahan apa yang dialami para pelaku industri dan bagaimana cara membantunya. Tentu dengan adanya blueprint yang sudah pernah dirancang, prosesnya bisa lebih mudah. Tapi yang paling penting dari posisi AGI adalah bisa mendampingi proses eksekusi dari blueprint tersebut. Jadi selama saya hampir 3 tahun menjadi pengurus AGI, sudah tidak terhitung berapa banyak jumlah meeting, brainstorming, planning, dan program yang dikoordinasikan bersama. Ada yang sudah terlihat menjadi sebuah program kongkrit dan terukur, ada juga yang masih dalam tahap planning, dan tentu ada juga yang tidak bisa dieksekusi karena berbagai keterbatasan.
Komunikasi paling intensif yang belakangan terjadi selama 3 tahun ini adalah antara AGI dengan Bekraf. Bekraf memang dirancang oleh pemerintah menjadi gerbang utama bagi industri kreatif untuk bisa berkolaborasi dengan pemerintah. Ada banyak sekali program yang dilakukan oleh AGI bersama-sama dengan Bekraf. Salah satu pengurus AGI asal Jogja yang bernama Frida membuat sebuah diagram yang bisa menggambarkan dengan jelas program-program apa saja yang Bekraf dan AGI lakukan dan untuk siapa program tersebut.

Program-program tersebut disusun sesuai dengan fase dari game developer yang ingin dibantu. Bekraf Developer Day merupakan program roadshow AGI dan Bekraf ke kota-kota di Indonesia (sekitar 10 kota tiap tahun) untuk memberikan informasi, insight, dan inspirasi terkait industri game. Targetnya adalah developer pemula bisa jadi mengenal industri game dan belajar bagaimana cara masuk ke industri game.
Kemudian ada Bekraf Digital Lab yang berkolaborasi dengan AGI menjadi RAGI, Ruang Aksi Game Indonesia. Ini merupakan coworking space khusus game developer dimana Bekraf menyediakan hardware berupa high spec komputer untuk development hingga testing device. Ini ditujukan bagi developer yang ingin memulai tapi tidak punya modal untuk sewa kantor atau beli hardware.
baca juga : Didukung Penuh Oleh Bekraf, Akhirnya Ruang Aksi Game Indonesia Bisa Terwujud
Setelah itu ada Bekraf Game Prime yang merupakan ajang apresiasi karya developer. Ini merupakan pameran game indie terbesar di Indonesia, mungkin di South East Asia. Ada 50 game indie yang dipamerkan di sini dimana boothnya semua sudah disediakan sehingga developer bisa menunjukan karyanya ke masyarakat. Proram ini ditujukan untuk mereka yang sudah punya karya.
Lalu bagi developer yang sudah running studionya dan butuh tambahan modal untuk ekspansi bisnis, Bekraf menyediakan pendanaan dengan nilai up to 200juta rupiah dalam program Bantuan Insentif Pemerintah. Program ini sudah jalan selama 2 tahun dan ada sekitar 9 developer yang sudah mendapatkan bantuan ini. Tahun ini juga akan diberikan lagi Insentif ini bagi para pengembang game.
Dan puncaknya, bagi developer yang sudah sangat mature dan punya produk berkualitas, mereka akan dibantu memasarkan produknya di skala global dalam program Bekraf Archipelageek. Tahun lalu Bekraf Archipelageek mengirim delegasi ke Tokyo Game Show dan Game Connection America. Tahun ini rencananya selain ke Game Connection America di awal tahun lalu, Agustus Archipelageek akan masuk ke pasar Eropa dalam acara Gamescom.
Selain program-program ini, juga terdapat beberapa bantuan dukungan pemerintah seperti untuk mempermudah masuknya developer kit ke Indonesia. Bagi yang belum tahu, developer kit merupakan hardware untuk testing di console seperti PS4 atau Nintendo Switch yang tidak dijual bebas. Developer kit diberikan langsung dari platform owner ke developer. Sempat ada kasus heboh dimana Devkit dari Nintendo tertahan di bea cukai. Dengan bantuan dari pemerintah, akhirnya devkit tersebut bisa sampai ke tangan developer.
Selain dari Bekraf, masih banyak juga dukungan dari kementerian lain yang diberikan untuk developer game. Contohnya adalah AGI dengan kemenperin sempat diskusi bagaimana kira-kira skema untuk bisa memberikan tax treaty bagi para pelaku game. Lalu diskusi dengan Kominfo terkait IGRS dan potensi dukungan untuk industri game dari sisi regulasi. Dengan kemendag juga pernah membantu rekan-rekan developer showcase karya mereka di GStar Korea.
Dukungan Untuk Ke Depan
Selama tiga tahun di kepengurusan AGI, baik AGI maupun pemerintah sama-sama belajar bagaimana bisa mengeksekusi program yang tepat sasaran, terukur, juga tertib administrasi pemerintah. Tertib administrasi pemerintah ini yang cukup menantang karena tidak semudah itu pemerintah bisa membuat anggaran dan spending anggaran. Jadi tiga tahun pembelajaran ini membuat AGI bisa lebih luwes dan cepat dalam mengeksekusi program.
Tahun ini akan dimulai pemerintahan baru di Indonesia entah dengan siapapun presiden terpilihnya nanti. Bisa jadi Bekraf ada, bisa jadi tidak. AGI pun juga harusnya Juli nanti munas untuk pemilihan presiden AGI yang baru. Harapan saya adalah Rencana Jangka Panjang bisa kita revisit dan update lagi apakah masih relevan based on rencana yang lama. Kita bisa evaluasi ceklis apa saja yang sudah terpenuhi dan mana yang belum. Lalu kita bisa membuat rencana jangka pendek untuk jadi milestone tahunan bagaimana AGI bisa membantu mendampingi pemerintah untuk merancang dan mengeksekusi program untuk memajukan industri game di Indonesia.
Tulisan ini juga saya buat dengan tujuan menjadi footprint untuk presiden Indonesia dan presiden AGI berikutnya agar bisa membantu merencanakan dukungan untuk industri game kita ke depan. Semoga bisa membantu dan mencerahkan sehingga kita bisa meningkatkan market cap lokal kita dari 0,4% menjadi 20% di tahun 2024.
semoga industri game di tanah air makin maju
SukaSuka