My Journal

[GameDevBdg] Belajar Mengenai Dunia Service #GameDevBdg #meetup

Ketua BDG beraksi *blur adalah bagian dari fitur :p

Ketua BDG beraksi *blur adalah bagian dari fitur :p

Game Dev Bandung sebenernya sudah berdiri semenjak lama, tapi kami hanya berdiskusi dan saling sapa di dunia maya. Sempat beberapa kali meetup untuk ngobrol-ngobrol dan ketemuan namun memang belum ada jadwal rutin untuk bertemu. Di meetup kecil-kecilan terakhir pada bulan Desember, kami memutuskan untuk membuat meetup rutin setiap bulan. Tujuan dari meetup itu agar kita bisa sharing satu sama lain, memberikan masukan dan jawaban atas berbagai masalah yang sedang dihadapi masing-masing, dan membahas topik-topik menarik di industri game. Topik pertama untuk meetup di bulan Januari ini bertemakan tentang sekitar dunia service atau custom development. Di grup, rasanya antusiasme tidak begitu tinggi dan mungkin meetup pertama ini hanya akan dihadiri paling banyak 10 orang. Ternyata salah, yang datang membludak hingga kami harus pindah ruangan karena ruangan yang pertama tidak begitu besar. Ada 27 orang yang terdaftar di daftar hadir pada malam itu, mulai dari Arsanesia, Palapa, Tinker Games, Mintsphere, Ulin Gameworks, Agate, Nightspade, Hompimplay, WappaGames, Jotter, Aruline, Eswete, Developer Game Indie, dan masih banyak lagi.

Sesi diawali dengan sedikit pembukaan dari ketua GameDev Bandung (GDB) yang telah ditunjuk secara demokratis :p yakni Zaki. Zaki mengajak masing-masing orang untuk kenalan dan menceritakan kegiatan terkini mereka. Selesai kenalan, kami langsung mulai membahas ke sesi mengenai dunia service. Sharing session diawali oleh nightspade, mereka bercerita bahwa untuk melakukan service, proses preproduction harus bener-bener matang. Komunikasi antara client dan kita harus lancar dan sejelas-jelasnya. Pernah dulu dapet requirement yang bunyinya “cool animation”, tentu kita bingung kan definisi cool itu gimana -_- Untuk itu, harus bener-bener jelas mau jadi apa produk kita nantinya dari awal banget. Nigthspade mengaku bahwa sebagian projectnya banyak datang dari luar negeri. Lebih mudah untuk bekerja sama dengan perusahaan luar negeri selain karena costnya yang dianggap Indonesia murah tapi berkualitas, tapi juga kecerdasaan mereka terhadap industri game sudah sangat baik. Yang Kedua bercerita adalah Agate, mereka mengatakan bahwa dari service itu yang paling penting adalah requirement, requirement harus jelas dengan client. Hal ini menjadi tantangan karena banyak client (terutama dari Indonesia) yang tidak mengerti apasaja kebutuhan dari sebuah games. Kalau tidak didefinisi dengan jelas, sangat mungkin spec program bertambah, asset-asset bertambah, dan itu semua akan menambah waktu pengerjaan juga cost pengerjaan kita. Di Agate sendiri, ada role hunter (Marketing) yang memang bertugas mencari client (jumlahnya sekitar 4 orang). Dari hunter-hunter itulah project-project agate berdatangan. Selanjutnya Dicky dari eswete studio menambahkan bahwa hal yang cukup sulit adalah menentukan harja project. Pasar di Indonesia belum cukup cerdas untuk menilai bahwa perangkat lunak adalah sebuah produk yang mahal. Untuk itu butuh pencerdasan terhadap pasar tentang harga tersebut agar tidak ada developer yang ditipu dengan harga project yang terlalu murah atau developer yang tidak bisa dapat project karena memasang harga terlalu tinggi. Eswete studio juga menceritakan pengalaman pahitnya bekerja dengan client dimana client meminta perubahan arstitektur yang sangat membutuhkan waktu lama tapi tidak menambah cost developmentnya. Lalu ada pertanyaan menarik dari Jotter, dia bertanya, kenapa sih kalian kok pada pengen service? Dari Tinker menjawab bahwa dia harus service karena perlu survive, sulit untuk survive kalo hanya mengandalkan produk. Arsanesia juga menambahkan bahwa banyak dari kita yang tidak tahu bagaimana mendapatkan funding, baik itu funding melalui investor, bank, dan lain sebagainya. Iklim investasi di Indonesia terhadap produk digital belum sesehat di Silicon Valley. Lalu banyak startup di Indonesia yang tidak tahu bagaimana untuk menjaga cashflow dan monetize produk karena menjadi gamedeveloper tidak sama dengan mendirikan perusahaan, kita harus belajar sisi bisnis dari perusahaan jika ingin bisa survive, tidak hanya mengembangkan produk saja.

Menyimak Sesi Sharing dengan Seksama

Menyimak Sesi Sharing dengan Seksama

Setelah sesi sharing2 panjang tersebut, karena makanan sudah datang, kita langsung masuk sesi makan malam. Setelah sesi itupun, obrolan masih dilanjutkan antara pelaku game developer di Bandung. Bahkan sampai tengah malam pun, masih tampak antusiasme peserta meetup. Sebelum acara ditutup, Zaki kembali mengambil alih acara dan mengadakan voting untuk topik meetup berikutnya. Dari meetup tersebut, didapatkan bahwa untuk berikutnya akan membahas topik business model & gamedev post-mortem. Buat tempat dan waktunya, nanti akan dikabari lagi. Bagi yang berminat bergabung dengan komunitas, silahkan join Facebooknya gamedevbdg di siniΒ ato follow twitternya @gamedevbdg. Dan sampai jumpa di meetup bulan Februari nanti πŸ™‚

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

1 Comment on [GameDevBdg] Belajar Mengenai Dunia Service #GameDevBdg #meetup

  1. salam kenal kang..
    kapan2 boleh ikutan nimbrung ya pas meet up..
    pengen nambah wawasan juga nih tentang ini..
    menarik sekali..

    Suka

4 Trackbacks / Pingbacks

  1. [GameDevBdg] Meetup Lagi Setelah Sekian Lama Absen | Ardisaz
  2. Landscape Ekosistem Startup Digital di Bandung | Ardisaz
  3. Berbagi Dengan Game Developer di Bali – Ardisaz
  4. Peran Komunitas Untuk Kemajuan Bersama – Ardisaz

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: