Seperti Apa Cashless Society di Shenzen, China?
Saat saya pergi ke China, hal yang paling membuat saya penasaran adalah terkait dengan kemajuan teknologinya, terutama teknologi pembayaran tanpa uang cash atau kartu kredit (cashless). Saya beberapa kali membaca artikel atau video tentang kemajuan dan tingkat adopsi yang tinggi dari teknologi cashless di China. Kebetulan banget, kota yang kemarin saya datangi, Shenzen, termasuk kota yang cukup high tech sehingga saya akan merasakan experience cashless di China dengan maksimal.
Setibanya saya di China, saya langsung menginstall WeChat. Di China, semua orang pakai WeChat kayak klo di Indonesia semua orang pakai Whatsapp. Tapi WeChat ini menurut saya keren banget karena merupakan aplikasi one stop solution. Di dalam aplikasi WeChat, ada banyak mini-apps lainnya. Mungkin kalau di Indonesia, hampir mirip kayak GoJek. Di dalam aplikasi ride hailing, ada aplikasi layanan lainnya. Bedanya, klo di GoJek semuanya khusus layanan GoJek, klo di WeChat lebih beragam. Bahkan games pun ada di WeChat. Sehingga yang saya perhatikan, ketika orang-orang commute dan menggunakan Handphone mereka, mereka hanya membuka WeChat untuk seluruh keperluan mereka mulai dari sosial media, membaca berita, main game, dan lain-lain.
baca juga : Naik Kereta Cepat Dari Hongkong ke China, Shenzen
Di dalam aplikasi WeChat, ada fitur WeChat Pay. WeChat Pay ini mirip kayak GoPay atau OVO atau DANA kalau di Indonesia. Intinya adalah uang dalam bentuk digital di dalam aplikasi mobile. Sebenernya di Indonesia sebulan dua bulan ini saya lihat tingkat adopsi OVO dan GoPay semakin tinggi sih. Tapi ngebahas OVO dan GoPay serta masing-masing kelebihan dan kekurangannya di tulisan berikutnya yah. Kali ini saya fokus ngebahas bagaimana experiencenya di China.
Satu hal yang pasti, ternyata tidak semudah itu bagi turis atau orang asing untuk bisa menggunakan WeChat. Setelah saya membuat akun WeChat, saya ternyata tidak bisa melakukan topup saldo di dalamnya. Hanya ada dua jalan untuk kita bisa mendapatkan saldo WeChat. Pertama kita harus memiliki bank China untuk bisa Topup (yang mana sangat gak mungkin untuk turis) dan yang kedua adalah kita minta ke teman kita yang punya bank lokal atau saldo WeChat Pay untuk mengirimkan kepada kita. Saya pun pakai metode kedua yakni minta tolong teman untuk mengirimkan ke saya.

Setelah punya saldo, saya pun coba melakukan transaksi menggunakan WeChat Pay. Caranya ada tiga, yang pertama kita scan QR Code tokonya pakai aplikasi WeChat, lalu kita masukan nominalnya berapa, masukan pin, dan transaksi pun terjadi. Cara kedua adalah toko akan print bon yang terdapat QR Code nya, lalu kita scan QR Code tersebut, otomatis nominalnya sudah tertera, dan tinggal kita masukan pin, kemudian tranksaksi selesai. Cara ketiga dan yang paling sering saya temui adalah dengan membuka WeChat, menampilkan temporary QR Code di aplikasi kita, mesin akan scan QR Code kita, lalu akan muncul besar saldo yang dipotong, masukan pin, dan transaksi selesai. Di Indonesia, cara kedua (scan dari foto QR Code di bon) dilakukan oleh GoPay dan cara ketiga (scan QR Code temp) sudah dilakukan oleh DANA dan beberapa tempat di OVO. Saya juga pernah coba bayar GoPay yang pakai cara pertama, tapi jarang sekali di Indonesia.
Yang paling saya suka dari cashless society di China adalah semua tempat bisa bayar pakai WeChat, mulai dari restoran, bis, kereta, bahkan hingga jajanan pinggir jalan mereka bisa pakai WeChat. Malah kalau saya pakai cash, mereka agak bingung gitu hahaha. Untungnya masih bisa sih pakai cash karena saldo saya terbatas juga sih WeChatnya hahaha. Tapi intinya saya keluar-keluar gak perlu bawa dompet lagi, cukup bawa HP saja dan saya akan aman mau melakukan transaksi apapun. Bahkan teman saya cerita, di kota kecil, pengemis pun kalau minta-minta bukan nadahin uang pakai topi lagi, tapi bawa papan yang ada QR Code akun WeChat dia.
baca juga : Manfaat Ikut Acara Casual Connect Asia 2018 di Shenzen
Nah ada dua kekurangan dari teknologi cashless ini yang saya jumpai di Indonesia yakni reliabilitas dari jaringan internet dan juga batre smartphone kita. Di China, walaupun saya pakai roaming Telkomsel, tidak pernah sinyal saya turun dari 4G kecuali pas lagi di hotel. Entah kenapa di hotel sinyalnya abalan banget -_- Tapi kalau di luar, bahkan di subway, sinyal saya selalu kuat. Gak kayak di Indonesia yang pernah saya mau bayar OVO di mall (padahal di lantai ground), gak dapet sinyal lah – _- Atau cuma 3G jadinya lama banget. Terus problem kedua adalah batre. Klo ini solusinya adalah powerbank. Bawa-bawa powerbank kan ribet yah. Belum klo powerbank kita juga abis batrenya. Nah di China ada banyaaak banget vending machine untuk rent powerbank. Ini juga saya liat di Indonesia mulai muncul nih, klo gak salah namanya ReCharge. ReCharge ini sudah ada di beberapa mall dan tempat umum seperti stasiun kereta. Rasanya ini bener-bener mengarah seperti di China dimana ada kebutuhan akan cashless infrastructure yang mumpuni.

Intinya dari pengamatan saya, saat ini di Indonesia sudah semakin dekat dengan China terkait cashless infrastructure. Gopay dan OVO, juga ada T-Cash dan DANA, coba menggebrak market ini dengan berbagai strategi dan promo yang mereka lakukan. Semoga nantinya bisa benar-benar menjadi cashless society seperti di China yah. Dari sisi user, tentu akan lebih praktis jika tidak perlu membawa dompet kemana-mana. Dan dari sisi pemerintah, tentunya semakin bermanfaat jika transaksi semuanya jadi digital kan 🙂 Buat toko-toko juga lebih praktis gak perlu mikir kembalian, kasir, ataupun ngawasin duit yang hilang. Transaksi online dan offline pun akan jadi sangat mudah nantinya. Intinya, cashless akan sangat memudahkan hidup kita sih ke depan dan ini tinggal tunggu waktu aja.
Tinggalkan Balasan