My Journal

Menilai Aplikasi Berdasarkan User Experience

Semakin hari, kita menilai sebuah layanan atau aplikasi tidak lagi hanya dari fiturnya saja, tapi juga dari bagaimana fitur tersebut disajikan kepada kita. Tidak lagi berdasarkan seberapa banyak fungsi yang ada di dalam satu aplikasi, tapi bagaimana aplikasi tersebut mengemas berbagai fungsi sehingga bisa dinikmati secara keseluruhan. Jadi untuk menilai apakah aplikasi itu bagus atau tidak, tidak bisa bisa hanya melihat deskripsi dan screenshot-nya saja. Kita harus mencobanya terlebih dahulu untuk merasakan bagaimana feel aplikasi tersebut terhadap penggunanya. Konsep interaksi antara aplikasi dengan manusia ini yang biasa disebut dengan term user experience.

Untuk bisa menilai UX suatu aplikasi itu mirip dengan menilai wajah seseorang. Ganteng itu relatif, tapi jelek itu mutlak. Mohon jangan ditelan mentah-mentah :p Maksudnya adalah UX yang bagus itu bisa saja relatif bagi tiap orang namun kalau UX yang jelek itu setiap orang akan bisa merasakannya. Karena kalau kita bicara User Experience, kata User sendiri pun luas maknanya. User itu user yang mana? Bisa jadi menurut golongan user tertentu UX nya pas menurut yang lain tidak pas. Yang jelas klo bikin aplikasi dengan UX yang jelek, user manapun pasti sadar kalo aplikasi tersebut jelek.

baca juga : Antara Konten dan User Experience

Mungkin klo coba dicari analoginya, paling enak kayak analogi mendesain rumah. Klo kita bicara desain rumah yang paling bagus UX-nya, tergantung usernya siapa. Misalkan usernya tinggal di negara timur tengah, rumah yang bagus yang modelnya kotak-kotak biar gak panas dan debu. Mungkin untuk orang yang tinggal di daerah yang lain desain yang berbeda yang lebih cocok. Bahan bakunya juga bisa jadi beda-beda. Tapi yang jelas UX jelek itu kalau misalkan rumahnya begitu gerbang masuk, langsung kamar mandi, baru ke ruang tamu. Atau misalkan untuk masuk ke rumah tersebut, harus naik tangga sangat tajam dan tinggi kemudian memutar rumahnya beberapa kali dulu baru sampai ke pintu. Sudah jelas secara experience tidak menyenangkan walaupun mungkin kamar mandinya terbuat dari berlian atau tangganya terbuat dari emas.

Jadi balik lagi ketika saya menilai suatu aplikasi, saya tidak hanya menilai berapa banyak fitur yang dimilikinya. Malah terkadang saya lebih memilih satu aplikasi untuk satu fungsi tapi dengan UX terbaik daripada punya satu aplikasi yang bisa melakukan banyak hal tapi UXnya tidak nyaman dipakai. Menyajikan UX yang baik itu memang harus interaksi dengan user kita karena belum tentu kita adalah user dari aplikasi tersebut. Harus sering diskusi, ngobrol, dan minta feedback terhadap aplikasi yang kita kembangkan. Problemnya kan banyak developer yang mengembangkan aplikasi tapi tidak pernah ketemu dengan usernya.

baca juga : Mengenal Konsep Mental Model Dalam Merancang User Experience

Kesimpulannya adalah bagamana kah UX yang bagus itu? Apakah ada rumusnya? UX yang bagus adalah yang sesuai dengan kebutuhan usernya. Dan untuk tahu usernya, kita harus tutup laptop, keluar kantor, dan ketemu langsung dengan pengguna aplikasi kita. Tanyakan apa yang mereka suka dan apa yang tidak mereka sukai, bagaimana kita bisa improve aplikasi kita, dan olah feedback tersebut untuk nanti dimasukan ke dalam pipeline aplikasi kita. Ingat bahwa UX itu akan sangat bergantung dari apa tujuan apps kita dan siapa user kita.

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

1 Trackback / Pingback

  1. Meningkatkan Kualitas User Experience Aplikasi Dengan Optimasi Gambar – Ardisaz

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: