Belajar Membuat Produk Pada Creative Workshop Bersama Game Developer Dari Jerman
Minggu lalu saya mendapat kesempatan langka untuk bisa berpartisipasi dalam acara Game Mixer. Game Mixer merupakan kegiatan yang diadakan oleh pemerintah Jerman, melalui Goethe Institut, untuk mempertemukan game developer dari Jerman dengan game developer dari Indonesia. Ada 11 gamedev Jerman pemenang Jerman Video Game Award yang diterbangkan ke Indonesia untuk bertukar pengalaman dan belajar bersama 10 gamedev terbaik di Indonesia.
Ada banyak sekali hal menarik terkait dengan industri game di Jerman, pertukaran kultur, dan berbagai pengalaman yang ingin saya share. Tapi pada postingan kali ini, saya akan fokus dulu tentang kegiatan creative workshop yang akan mengajarkan kita cara membuat produk yang baik.
Sesi workshop ini dilakukan selama dua hari dan dipandu oleh trainer yang didatangkan langsung dari Jerman yakni Andreas Milles dan Christian Rost. Saya akan coba share resume dari workshop yang dilakukan selama dua hari ini yah 🙂
Pecha Kucha

Pecha Kucha dari Ube Agate Jogja
Sesi Pecha Kucha merupakan sesi presentasi tiap studio game yang hadir selama 2 menit saja. Di waktu yang singkat ini, masing-masing studio game maju dan mempresentasikan studio miliknya. Di sesi ini, kita bisa saling mengenal profile tiap studio dan karya yang mereka miliki.
Berikut adalah list studio yang berpartisipasi dalam kegiatan creative workshop dari Game Mixer: Agate Jogja, Altermyth, Appp Media, Arsanesia, Artoncode, Firebeast Studio, Good Evil, Headup Game, Klonk Games, Kunst-Stoff GmbH, Maschinen-Mensch, Mimimi Productions, Mintsphere, O.R.PHEUS, The Coding Monkey, THREAKS GmbH, Tinker, Toge Productions, Toutchten Games, dan Wisageni Studio.
Team building – Dragon Dream

Pembagian Team Berdasarkan Dragon Dreaming
Yang menarik menurut saya adalah proses pembuatan tim. Untuk workshop ini, kita diminta untuk membuat sebuah game yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia. Untuk itu akan dibangun 4 tim yang beranggotakan 5-6 orang. Proses pembuatan tim ini menggunakan metode Dragon Dreaming.
Dalam Dragon Dreaming, seseorang akan dibagi menjadi empat area berdasarkan empat kepribadian yakni apakah dia individual, apakah senang bekerja bersama-sama, seorang yang senang dengan teori, dan senang dengan praktek. Dari poin-pon tersebut, kita akan mendapat kluster dalam zona “Dreaming,” “Planning,” “Doing,” dan “Celebrating.”
Saya sendiri ternyata masuknya ke Doing. Dan dari situ kita akan digabungkan dengan orang-orang yang memiliki comfort zone yang berbeda dengan kita. Ini akan menjadi tantangan karena akan terjadi gesekan karena perbedaan karakter, tapi juga bisa menjadi peluang karena tiap anggota tim akan saling melengkapi.
Brainstorming Idea – Post It

Brainstorming Ide
Dalam acara ini, saya semakin jatuh cinta dengan post it 🙂 Menggunakan post it untuk brainstorming benar-benar efektif. Dalam sesi ini, kita diminta untuk membuat visi dari produk yang ingin kita buat terkait game untuk menyelamatkan dunia. Langkah awal dari proses ini adalah dengan menulis keyword sebanyak-banyaknya untuk tabel yang disediakan.
Ada tabel Target Group, Needs, Product, dan Value. Kita tidak boleh berdiskusi produknya apa atau visinya apa, kita hanya cukup menempelkan apa yang ada di benak kita sebanyak2nya. Hal ini untuk mencegah matinya ide karena terkadang di suatu grup ada yang lebih cenderung vokal dan mengarahkan kita terhadap suatu ide. Dengan metode ini, kita bisa berpikir bebas, lebih open minded, dan tidak akan terpengaruh orang lain.
Baru setelah kumpulan ide muncul di papan, kita diskusikan dan prioritaskan apa yang mau kita buat untuk menjawab tiap poin. Mirip sih dengan metode Google Launchpad yang kemarin saya ikuti, tapi di sini lebih detil dan komprehensif karena waktu workshopnya juga lebih lama.
Poster dan Pitching part 1

Pitching Ide
Setelah selesai membuat visi dari ide yang kami diskusikan, kami diminta untuk membuat poster dan mempersiapkan pitching berdurasi tiga menit. Tidak saya sangka, proses brainstorming berjalan sangat lancar lepas dari perbedaan kultur maupun kepribadian. Saya sangat menikmati proses brainstorming ini dan menghasilkan ide yang cukup unik.
Sedikit cerita tentang ide yang kami tawarkan, tim kami ingin mencoba membuat dunia menjadi tempat yang lebih damai dengan membuat lebih banyak orang lintas negara untuk berteman. Hal ini juga didorong dengan fenomena pengungsi di Jerman yang sering mendapatkan judgement negatif karena mereka belum mengenal orang-orang ini. Untuk itu kami membuat Game Without Borders, sebuah virtual room yang mengajak pemain bermain boardgame tradisional lintas negara. Plot twistnya, pemain dari negara pemilik boardgame tersebut harus menjelaskan dulu aturan dan cara bermainnya.
Poinnya adalah di sini tim kami mencoba memancing terjalinnya percakapan lintas negara dan bahasa, pertukaran kebudayaan, dan outputnya adalah menjalin pertemanan.
Yang menarik, pada sesi pithcing, selesai presentasi, setiap tim akan diajukan pertanyaan oleh tim lain. Namun, kita tidak boleh menjawab. Setiap pertanyaan harus kita catat dan kita simpan. Menurut saya metode ini menjadi menarik karena kita bisa mendengar feedback orang dengan lebih open mind dan tidak berusaha defensif, orang-orang juga bisa lebih leluasa menyampaikan pendapatnya tanpa takut berdebat, dan yang paling penting adalah kita bisa menilai apa yang salah dari entah itu cara presentasi kita atau ide yang kita tawarkan.
Milestone + Perdalam
Ide

Perdalam Ide dan Membuat Milestone
Dari pertanyaan2 tersebut, kita diminta untuk mendefinisikan dan mempertajam ide kita. Lalu di sini kita juga diminta untuk membuat milestone dari pengembangan produk kita mulai dari konsep hingga target akhir yang membuat kita pantas merayakan keberhasilan tersebut.
Model untuk membuat milestone ini menggunakan sebuah panduan bernama Karabirdt, metode untuk membuat milestone dari Dragon Dreaming. Di sini kita membuat milestone berdasarkan fase Dreaming, Planning, Doing, dan Celebrating. Di tiap milestone, kita hubungkan dengan garis yang menandakan dependency. Semakin banyak milestone yang terhubung dengan garis, artinya milestone tersebut semakin penting.
Dari sini kita bisa melihat lebih luas tentang apa yang akan kita kerjakan, bagaimana memonetisasinya, apa value yang ingin dibawa, dan lain sebagainya. Tapi sepertinya di sesi ini (yang sudah di hari kedua dan sesi sore) stamina kami sudah hampir terkuras habis sehingga walaupun proses diskusi masih terasa berenergi dan menyenangkan, terlihat fokus dari anggota tim mulai buyar :p
Pitch part 2 – Nobel Prize

Thank you note untuk Nobel Prize Award
Untungnya sesi terakhir, sesi pitch, berjalan cukup seru. Hal ini dikarenakan framework untuk pitch ke dua ini berbeda dengan yang pertama. Di sini kami diminta untuk membuat pitch dalam kerangka seolah-olah mendapatkan penghargaan Nobel Prize.
Jadi milestone yang telah dibuat, dibayangkan sudah tercapai semua dan menjadi memori perjalanan yang diucapkan dalam “thank you notes” kala menerima nobel prize. Cukup unik dan membuat proses pitch menjadi cair dan seru.
Setelah semua pitching, kita diberikan poin untuk voting ide mana yang paling baru, paling bermanfaat, dan paling feasible. Ide kelompok saya dapet juara kategori paling baru. Tapi kategori paling bermanfaat, feasible, dan juara umum diperoleh tim lain yang menurut saya membuat game yang sangat unik 🙂
Dari sesi dua hari ini, saya belajar banyak sekali proses product development yang sangat berharga. Tak hanya itu, pengalaman dari teman-teman gamedev Jerman membuat workshop menjadi lebih hidup dan penuh dengan priceless experience.

Foto Bersama Game Dev Indonesia dan Game Dev Jerman
Semoga tulisan ini bermanfaat juga yah dan bisa menambah wawasan kamu tentang project design dan product development. Saya yakin masih dalam materi tentang Dragon Dreaming yang belum dikupas, tapi dari kulitnya saja sudah terlihat menarik dan cukup bisa diimplementasikan. Terutama pemanfaatan post it :p
Tinggalkan Balasan