Mempertanyakan Sistem Ospek Saat Ini
Minggu lalu di dekat kosan, saya melihat ada sekelompok mahasiswa yang berpakaian super aneh. Ada yang pake koran lah, ada yang pake topi gak jelas, pakai tali rafia, dan lain-lain. Saya langsung nebak, ini pasti lagi diospek nih. Soalnya kegiatan apa lagi yang bisa membuat ratusan mahasiswa berpakaian dengan aneh kalau bukan ospek.
Ospek sendiri buat saya bukan hal yang asing. Ketika di SMA dulu, saya menjadi panitia acara (yang merancang jalannya acara) ospek siswa baru. Ketika di ITB, tingkat 2 saya menjadi kakak pembimbing di acara ospek mahasiswa baru ITB. Kemudian saya menjabat jadi kepala divisi materi dan metode di ospek fakultas. Lalu yang terakhir saya menjadi tim formatur untuk ospek jurusan. Jadi saya mengerti betul bagaimana ospek itu dirancang, terutama di ITB.
Biasanya (kalau di ITB), untuk melakukan ospek, alurnya berawal dari penentuan value apa saja yang ingin ditanamkan ke junior kita yang baru. Value-value tersebut haruslah cocok dengan konsepsi mahasiswa secara umum dan juga kultur yang akan dihadapi di jurusan nanti. Makanya ada beberapa himpunan yang ospeknya agak “keras,” karena memang kultur profesi mereka juga di medan yang keras. Untuk saya sendiri, di jurusan Informatika, bisa dibilang tidak begitu keras dari sisi fisik, tapi lumayan dari tinggi pressure mental dengan tugas-tugas ospek yang sangat banyak.
Saya akan fokus memandang ospek dalam lingkup mahasiswa jurusan informatika yah, karena itu area yang saya rasakan dan sempat terlibat di dalamnya. Ada tiga poin penting yang harus diperhatikan ketika merancang sistem ospek, yang pertama value, yang kedua materi, dan yang ketiga metode. Value biasanya dirancang oleh tim formatur yang terdiri dari mahasiswa senior untuk menurunkan nilai-nilai apa yang harus dimiliki juniornya sebagai bekal untuk berkuliah di jurusan ini dan nanti lulus dari ITB. Biasanya tim formatur bergerak jauh sebelum ospek dimulai dimana konsepsi itu yang akan jadi landasan utama bagaiman ospek akan dilakukan.
Setelah itu, barulah panitia ospek mencoba membedah value-value tersebut menjadi kumpulan materi yang harus dimiliki oleh para mahasiswa baru dan metode untuk menyampaikan materi tersebut. Di Informatika ITB, segala metode bisa digunakan selama tidak merendahkan harkat martabat mahasiswa baru, tidak menggunakan kekerasan fisik, dan memiliki esensi yang jelas. Salah satu metode yang sampai terakhir saya menjadi mahasiswa masih digunakan adalah model agitasi, seminar, dan acara lapangan.
Seminar dan acara lapangan standar lah yah. Mahasiswa masuk ke sebuah kelas, didatangkan pembicara, lalu mereka mendengarkan pembicara menyampaikan materi. Acara lapangan biasanya banyak games dan team building untuk membangun kekompakan dan kebersamaan satu angkatan. Biasanya kalau ada yang tidak perform di dalam sesi seminar (misalkan ada yg tidur, tidak mencatat, tidak mengerti materi), ada yang tidak kompak di dalam sesi lapangan (ada yg telat, ada yang tidak menyelesaikan tugas dengan baik, dll), akan dievaluasi dengan sesi Agitasi.
Agitasi adalah sebuah metode untuk menyampaikan materi dengan model pengkondisian. Mahasiswa dikondisikan untuk berada dalam suatu barisan dimana ada komandan lapangan yang akan berorasi di depan mahasiswa baru dengan nada tinggi serta ada barikade di sekitar mahasiswa yang membantu untuk membuat suasana jadi “mencekam” dengan harapan mental mahasiswa baru bisa diuji di situ dan bisa memasukan materi. Gampangnya, mahasiswa baru dimarah-marahin di sini (tapi tetap dalam koridor yang logis).
Seminar, lapangan, dan agitasi adalah metode. Metode yang diharapkan bisa digunakan untuk mendapatkan suatu materi. Materi yang ditargetkan kalau dimiliki oleh mahasiswa baru, maka dia akan memiliki value-value positif yang bisa membuatnya menjadi mahasiswa dan sarjana yang ideal. Pertanyaan besarnya, apakah value yang dirancang sudah sesuai dengan kondisi saat ini? Apakah materi yang diberikan sudah cocok untuk mahasiswa baru jurusan informatika? dan apakah metode yang selama ini digunakan sejak turun-temurun dan menjadi tradisi ini metode yang tepat untuk menyampaikan materi?
Fakta yang saya lihat selama saya bertualang di dunia ospek di kampus hingga kini lulus adalah idealisme tersebut berakhir di ujung acara ospek. Kalaupun ada minoritas, paling kurang dari 50% yang memiliki value yang diharapkan dari ospek, ketika lulus value tersebut pun akan hilang. Senior saya, angkatan saya, junior saya, yang dulunya menggembor-gemborkan value dan idealisme itu, ketika lulus ternyata lupa tuh dengan semangat juang yang dulu dia usung. Mau segimana aktivisnya dia di kampus, paling hanya segelintir orang saja yang mempertahankan value tersebut.
Jadi pertanyaannya, apakah value-value yang dirancang oleh tim formatur yang berisi mahasiswa idealis ini ternyata tidak tepat? Karena mungkin pada akhirnya value tersebut tidak dapat dipraktekan di dunia nyata karena tidak relevan? Atau bisa jadi metode yang digunakan terlalu artificial sehingga menjadi tidak berkesan dan hanya masuk kuping kiri keluar kuping kanan? Bisa jadi juga karena ospek itu hanya program eventual yang diharapkan bisa menanamkan idealisme dengan instant sehingga efeknya pun tidak akan bertahan lama.
Intinya ini adalah sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab mahasiswa masa kini, karena terbukti sistem ospek yang memiliki metode yangĀ merendahkan martabat seseorang, pengkondisian yang tidak natural, dan tugas-tugas yang tidak beresensi kurangĀ mampu mencetak lulusan yang ideal. Saya dengar, junior saya di Informatika ITB untuk tahun ini telah melakukan perubahan metode besar-besaran. Dari kabar yang sampai ke saya, hasilnya memang belum optimal. Tapi menurut saya tidak apa-apa, namanya juga perubahan, pasti butuh waktu dan butuh perbaikan. Tidak masalah jika ada kurang sana sini, tahun depan terus diperbaiki lagi sehingga bisa mendapatkan value mahasiswa yang tepat, materi yang sesuai dengan kondisi saat ini, dan yang tidak kalah penting adalah metode terbaik yang tidak hanya menggenerate generasi instan. Saya ada sih beberapa hal yang kepikiran untuk mengupdate sistem ospek untuk jurusan saya ini menjadi lebih natural dan sesuai dengan value yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan lulusannya. NantiĀ di tulisan lain akan saya post beberapa ide yang mungkin bisa diterapkan ke mahasiswa baru ke depannya. Mungkin kalau kebetulan ada mahasiswa informatika ITB yang membaca tulisan saya, kita bisa diskusi bareng š
menurutku, metode agitasi dg pengkondisian yang berlebihan tidak akan pernah menanamkan value apapun ke mahasiswa baru selain rasa takut, males, sebal, dan jika nantinya dia punya kesempatan ngospek anak baru hanya akan menjadi ajang dendam. kecuali memang anaknya woles, ya bakal masa bodoh sama yang diomong seniornya di ospek. karena dia tahu itu cuma akting belaka.
SukaSuka
Betul, segala sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik. Apalagi klo jadi ajang balas dendam
SukaSuka