My Journal

Duduk Bareng Ngobrolin Ekosistem Industri Kreatif di Pusat Kreatif

Diskusi Serius

Diskusi Serius

Sebagai warga negara Indonesia, tentu bukan rahasia umum kalau banyak sekali lini pejabat kita yang tidak bersih dan tidak kompeten. Kadang ada yang kompeten tidak bersih, ada yang bersih tapi tidak komepeten, dan jarang sekali ada yang bersih dan kompeten. Sebagai pembuka tulisan ini, Saya ingin menyampaikan pendapat pribadi bahwa Bu Loli yang saat ini memegang dirjen fasilitasi dan kerja sama di Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) adalah salah satu golongan dari pejabat kita yang bersih dan kompeten. Beliau tau apa yang dia lakukan, mampu merancang dan mengeksekusi dengan baik, dan tidak ada urusannya dengan dunia politik. Saya sebagai salah satu pelakuk di industri ekonomi kreatif, sangat senang ada orang seperti beliau di pemerintah.

Kali ini saya ingin cerita sebuah acara duduk bareng yang dilakukan di Pusat Kreatif, sebuah program yang dibangun oleh temen-temen dari Parekraf untuk membantu ekonomi kreatif, terutama di sektor digital, agar bisa maju dan berkembang. Pusat kreatif yang pertama kali di bangun di Bandung ini diharapkan bisa jadi rumahnya startup dan komunitas, jadi tempat ngumpul2nya para freelancer, perusahaan2 di bidang IT dan ekonomi kreatif, venture capital, dll. Ada cukup banyak program yang dirancang oleh Pusat Kreatif ini, salah satunya adalah inkubasi bisnis dan sentra inovasi. Untuk inkubasi bisnis, beberapa tim yang memiliki ide kreatif dan bernilai ekonomis telah disaring untuk masuk ke program tersebut. Sedangkan untuk sentra inovasi sendiri, saat ini masih digodok oleh tim dari Pusat Kreatif. Tanggal 10 yang lalu, Saya dan beberapa pelaku Industri kreatif diundang untuk memberikan masukan dan saran terkait program2 di pusat kreatif.

Pagi itu, senang rasanya melihat banyak sekali elemen di industri yang turut serta mencurahkan waktu dan pikirannya untuk kemajuan ekonomi kreatif kita. Tak kurang, ada perwakilan dari pemerintah, dari universitas, dari perusahaan besar (seperti Microsoft dan Intel), dari dari asosiasi inkubasi bisnis Indonesia, venture capital, british council, media, komunitas, software developer, dan banyak lainnya. Senang rasanya melihat rekan-rekan seperjuangan yang memilih untuk tetap menapakan kakinya di Indonesia walaupun sama-sama sadar bahwa Industri kreatif kita masih jalan di tempat. Kalau di luar, mereka-mereka ini pasti bisa mendapatkan benefit yang lebih besar. Lalu yang paling ingin saya acungkan jempol adalah dari pihak Parekraf yang dengan hangat mengundang berbagai stakeholder untuk membantu mempertajam program pemerintah. Hal ini perlu sekali untuk dilakukan karena banyak sekali proyek pemerintah yang tidak tepat sasaran, tidak menjangkau banyak pihak, dan banyak sekali program yang hanya untuk “menghabiskan anggaran.”

Rasanya sulit kalau Saya harus tulis obrolan panjang selama kurang lebih 5 jam tersebut. Tapi ada beberapa hal yang ingin saya singgung karena menurut saya cukup menarik. Dari Bu Loli, beliau sangat ingin angka enterpreneur di Indonesia yang saat ini masih 1,2% dari penduduk Indonesia bisa naik menjadi 2%. Beliau pengen Indonesia dikenal dari satu hal, yakni digitalpreneurnya yang hebat. Lalu yang menarik, beliau menganggap bahwa konsep triple helix saja tidak cukup (universitas, bisnis, dan pemerintah). Beliau menambahkan pentingnya ada komunitas dalam menggerakan roda perekonomian di Indonesia. Saya sangat setuju dengan itu. Prinsip komunitas sangat cocok dengan culture dan semangat kita orang Indonesia agar bisa maju.

Kemudian hal menarik lainnya adalah dari diskusi panjang tersebut, satu hal yang bisa saya tarik benang merah bahwa Indonesia itu ego sektoralnya masih sangat tinggi. Kita kalau untuk kompetisi yang tunggal itu hebat-hebat, tapi kalau udah masuk ke masalah team work dan sinergi, orang Indonesia itu lemah. Itu kenapa kita juara di badminton tapi tidak di sepak bola. Sendiri-sendiri itu terlalu kecil. Kita butuh ada 10ribu developer yang berada dalam satu barisan klo mau bisa dipandang sebagai negara yang punya kekuatan IT yang hebat.

Dan menurut saya yang paling menarik adalah mindset orang Indonesia yang salah. Banyak banget orang Indonesia yang masih memikirkan gengsi dan status sosial dibandingkan passion dan tujuan hidup mereka. Buktinya, banyak yang bangga bisa masuk perusahaan besar tapi kerjaannya hanya ngerapih2in arsip atau nginstal sistem operasi. Banyak yang kuliah jurusan IT, tapi lulus malah kerja di perusahaan minyak yang tidak ada hubungannya dengan keilmuan dia. Banyak yang sibuk ngambil gelar S2, bahkan S3, tapi ujung2nya hanya untuk kerja di perusahaan multinational yang kerjaannya gak menyentuh bidang ilmunya. Indonesia sebagai negara yang sangat aktif di media sosial, membuktikan dirinya bahwa orang-orang kita sangat mementingkan rekognisi, strata sosial, dan pandangan orang lain terhadap dirinya. Hal ini merupakan culture yang berbahaya di Indonesia dan akan membuat negara kita tidak maju-maju.

Sebenernya ada banyak banget hal menarik lainnya yang ingin saya sharing, tapi kayaknya udah kepanjangan. hehehe kapan-kapan deh saya sharing lagi di tulisan lainnya. Yang pasti, mari kita sama-sama dukung program-program dari pusat kreatif ini. Jarang-jarang ada program yang dibuat oleh orang yang kompeten dan bersih dari pemerintah kan?

About Adam Ardisasmita (1373 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan komentar