My Journal

Ketika Rezim Soeharto Bangkit Kembali

kampus ku memiliki tradisi, setiap 3 kali dalam setahun diadakan festival perayaan bagi mahasiswanya yang telah lulus pergi meninggalkan bangku kuliahnya. Tradisi yang biasa dinamakan arak-arakan ini merupakan bentuk apresiasi mahasiswa kepada wisudawan yang selama masa baktinya menjadi mahasiswa telah mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk membenahi indonesia baik secara langsung maupun tak langsung. Arak-arakan ini berbentuk seperti karnaval dimana setiap himpunan keprofesian di kampus ku mengiringi wisudawan keluar dari gedung tempat mereka menjalani prosesi wisudaan.

Namun semenjak beberapa kali terjadi peristiwa yang tidak mencerminkan sosok mahasiswa yang sesungguhnya, pihak-pihak petinggi dengan tangan dingin menghapus total agenda dan isu arak-arakan dari prosesi wisudaan. Tak hanya itu, mereka melarang kegiatan terorganisir apapun yang diadakan oleh himpunan pada hari Sabtu. Keputusan ini membuat saya teringat era rezim soeharto dimana mahasiswa tidak boleh berserikat ataupun terlihat berkumpul, dan nampaknya kini rezim itu lahir kembali. Mahasiswa yang terlihat menggunakan atribut himpunannya, himpunan yang terlihat berkumpul, dan mengadakan kegiatan akan diberi sangsi yang sangat keras, skorsing hingga drop out.

Kami pun dengan terpaksa dan berat hati mengurungkan niat untuk mengorganisir sebuah acara. Namun kami masih ingin memberikan apresiasi dan salam perpisahan terbaik kami kepada keluarga kami yang akan berjuang di dunia luar. Akhirnya kami memutuskan untuk menyambut keluarga kami dengan sambutan ringan dan membantu para wisudawan yang ingin menyampaikan salam terakhirnya di kampus ini. Namun karena mata-mata berada di mana-mana, seluruh akses di kampus dikunci bagi segala bentuk kegiatan. Kami tidak bisa memakai atribut kami untuk mencari keluarga para wisudawan, kami tidak bisa menggunakan kendaraan untuk mengantar orang tua wisudawan, bahkan kami tidak mendapatkan tempat untuk orang tua wisudawan beramah tamah dengan keluarga kami.

Alhasil, ketika hari H, orang tua wisudawan yang sudah menghormati prosesi wisudaan dengan pakaian yang rapih, mereka harus mendapatkan perlakuan tidak pantas dari sang pemegang kekuasaan. Para orang tua hanya bisa menunggu anaknya di emperan gedung beralaskan koran. Siapa yang tidak sedih dan tidak teriris hatinya melihat  orang-orang yang telah mendidik dan membesarkan calon penerus bangsa diperlakukan seperti itu. Ada dimanakah hati para penunggu kursi-kursi empuk di gedung berpatung gajah itu? Bahkan memberikan tempat bagi orang tua untuk beramah-tamah pun tidak bersedia. Apakah ada yang salah dengan memberikan perlakuan spesial kepada orang tua wisudawan?

Semoga pemimpin kampus ku yang baru nanti merupakan pemimpin yang memiliki mata hati. Pemimpin yang bisa dengan segera menghapuskan rezim soeharto di kampus kami. Pemimpin yang bisa menjunjung undang-undang dasar negara dan menjaga hak asasi manusia.

About Adam Ardisasmita (1374 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

1 Comment on Ketika Rezim Soeharto Bangkit Kembali

  1. Haris P. Loeis // 29/10/2009 pukul 10:46 am // Balas

    setiap reaksi pasti diawali dengan sebuah aksi. dna mungkin itu yang terjadi. pihak kampus bereaksi terhadap kegiatan mahasiswa yang mereka anggap berlebihan. namun, kita bukan sedang membicarakan ilmu pasti, ini tentang kehidupan nyata. dan menurut gw boleh saja pihak kampus ber-reaksi, namun harus tetap dalam taraf kewajaran. dan dari apa yang gw baca, bukan itu yang terjadi.

    Suka

Tinggalkan komentar