Menulis Dengan Drama
Sebagian konten yang aku tulis di blog ku sifatnya kalau gak yang edukatif, inspirasional, atau opini. Jarang sekali aku nulis sesuatu yang dramatis atau kontroversioal. Tapi memang tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia itu senangnya dengan hal-hal yang seperti itu. Itulah mengapa acara sinetron digemari, acara gosip artis selalu laku, dan yang viral biasanya adalah cerita-cerita yang penuh dengan balutan drama.
Contoh realnya, kalau pernah nonton Masterchef, itu tiap negara bisa beda-beda cara presentasinya. Coba nonton Masterchef Australia, itu aku suka banget gaya presentasinya. Gak ada drama, semuanya positif dan konstruktif, nontonnya tuh adem. Kalau di Indonesia, itu mirip sama di Amerika. Ada bumbu dramanya. Cuma bedanya, klo di Amerika dramanya hanya terkait aktivitas di dapur, di Indonesia dramanya sampai ke latar belakang pesertanya. Kisah hidup dia, background pekerjaan dia, dan banyak hal lainnya yang sengaja diangkat oleh produsernya agar kontennya bisa dinikmati masyrakat Indonesia.
Apakah balutan drama itu sesuatu yang salah? Menurut saya gak juga sih. Selama, drama tersebut juga ada gizinya. Ada manfaatnya. Kalau cuma kulit kosong, menurut saya itu pembodohan karena bikin masyrakat buang-buang waktu konsum konten tanpa dapat apapun. Tapi saya juga paham, gak semua penulis atau kreator suka bikin drama. Bahkan yang idealis kayak saya juga banyak. Cuma ya itu, sesuatu yang cuma gak ada bumbunya, orang gak mau makan.
Jadi emang sebenernya kuncinya adalah di balance antara drama dan juga edukasi. Jadi kalau menyampaikan hal positif, juga harus dipresentasikan dengan baik. Seperti standup komedi, yang bisa menyampaikan kritik kepada pemerintah dengan bumbu cerita dan drama dibalut dalam bentuk komedi. Aku pun juga harus mulai belajar untuk bisa mempresentasikan tulisan dan cerita dengan lebih baik agar bisa lebih diterima oleh masyarakat luas.
Respect dengan statementnya, gak apa ada dramanya selama meaningful, highlight banget!
SukaSuka
Makasih 😀
SukaSuka