My Journal

Mendapat Amanah Di Ikatan Alumni Insan Cendekia

Bulan Mei 2015 lalu, pada Musyawarah Besar Ikatan Alumni Insan Cendekia (IAIC), dilakukan pergantian pengurus IAIC. Pada Mubes itu, saya mendapat amanah untuk memegang posisi Ketua Ikatan Alumni Insan Cendekia. Sebenarnya sudah lama saya ingin membuat tulisan ini, alasan dibalik kenapa saya maju menjadi ketua IAIC, tapi saya putuskan untuk menulisnya ketika kepengurusan yang baru ini sudah launching. Nah, tanggal 15 September yang lalu kepengurusan IAIC ini baru saja diumumkan dan inilah cerita Saya.

Sedikit peringatan, ini bakal jadi tulisan yang panjang :p

Latar Belakang MAN Insan Cendekia

10857894_882941581725235_2919479776351853431_n

Bagi Saya, MAN Insan Cendekia itu spesial. Kalau saya melihat IC, saya tidak sedang memandang sebuah SMA atau MAN saja, tapi saya sedang melihat mimpi untuk Indonesia. Insan Cendekia adalah buah dari mimpi mantan presiden kita, Pak Habibie, yang mengharapkan adanya calon pemimpin di Indonesia yang memiliki keseimbangan antara spiritualnya (Iman dan takwa) serta intelektualnya (ilmu pengetahuan dan teknologi).

Mencari orang yang soleh, berintegritas, dan jujur tapi juga memiliki prestasi akademis, cerdas, dan otaknya encer itu bukan hal mudah. Untuk itu Pak Habibie melakukan investasi jangka super panjang membangun Insan Cendekia untuk menjawab kebutuhan itu mungkin 40-50 tahun lagi.

Usaha untuk mewujudkan itu juga gak main-main. Melalui BPPT, Pak Habibie menyaring dan menyeleksi ribuan guru. Waktu itu peminatnya sangat tinggi karena visinya sangat bagus. Dari ribuan orang, terpilih lah 47 orang guru yang masih ditraining secara intensif hingga akhirnya menjadi guru di Insan Cendekia Serpong dan Gorontalo.

Jadi memang visi dan mimpi Insan Cendekia dipegang teguh oleh para gurunya yang ditanamkan kepada para siswa didiknya. Dan semangat itu sampai hari ini masih tersimpan di seluruh alumninya.

Mencoba Mewujudkan dan Melindungi Mimpi

11990696_10153643669117700_6259949373535091002_n

Potensi alumni yang sangat besar ini sebetulnya masih terus dibangun. Saya percaya bahwa mimpi Pak Habibie itu masih perlu waktu, mungkin 10-15 tahun lagi untuk benar-benar terwujud. Namun ternyata perjalanan ke sana bukan hal yang mudah.

Selama perjalanan, ada saja gejolak dan ujian yang dialami oleh Insan Cendekia. Mulai dari statusnya yang berubah jadi MAN, beasiswa sekolah gratis yang sempat hilang (angkatan saya tidak full beasiswa), lalu ada lagi, lalu mulai hilang lagi. Munculnya IC-IC lain yang mencoba mengatas namakan dirinya sama dengan IC milik Pak Habibie. Lalu gejolak terpengaruh politik (karena di bawah Depag) walaupun untungnya tidak terkena impactnya ke para siswa. Intinya sih mimpi besar itu harus terus dijaga dari ombang-ambing eksternal.

Ketika saya mahasiswa, ada satu isu besar yang terjadi. Waktu itu masih penuh energi, semangat, dan idealis. Kita berpikir harus melakukan sesuatu, walaupun tidak bisa secara direct memecahkan masalah, tapi setidaknya bisa meringankan beban para guru. Sayangnya dikala itu kepengurusan IAIC masih belum solid sehingga yang ada malah gesekan-gesekan yang menurut saya tidak perlu. Bahkan angkatan saya sempat membuat badan sendiri untuk melakukan aksi nyata agar bisa membantu Insan Cendekia. Dari aksi kecil itu, ternyata impactnya besar. Dan program kecil itu hingga kini terus dilanjutkan oleh angkatan2 baru sehingga menjadi tradisi positif yang kian hari kian baik.

Jadi sebenernya untuk perubahan besar, harus dimulai dengan aksi kecil yang konsisten dan terus dikembangkan. Itu pulalah yang sepertinya akan menjadi rumus bagi para alumni untuk menjawab mimpi besar Insan Cendekia ini.

Mengapa Maju Menjadi Ketua IAIC

IMG_20150504_132225

Saya sendiri tipikal orang yang lebih seneng aksi daripada wacana. Ketika dulu ada masalah di IC, yang kepikiran langsung aksi dulu lah. Nanti yang makro-nya belakangan. Walaupun tidak ada salahnya juga memiliki planning yang bagus dan latar belakang pergerakan yang mapan.

Ketika ada Mubes bulan Mei ini pun saya awalnya gak tertarik dateng. Saya tipikal yang senang bergerak dari bawah atau dari belakang dibandingkan harus maju jadi pemimpin. Saya dan teman-teman juga punya gambaran apa yang bisa kita lakukan untuk membantu IAIC dari luar kepengurusan.

Dulu ketika di himpunan pun, saya didorong untuk maju sebagai ketua himpunan. Tapi saya merasa lebih nyaman menyokong dari samping selama ada calon lain yang juga kompeten. Makanya saya sering menjadi promotor atau tim sukses tapi jarang menjadi ketua.

Untuk urusan IAIC, ini tak lain tak bukan karena faktor dorongan. Ada teman satu pergerakan saya di IC yang mengajak saya bertemu dan berdiskusi tentang IAIC. Sistem di IAIC yang rumit juga membuat saya agak malas untuk masuk ke dalam. Akhirnya dari obrolan itu, saya buatkan syarat bahwa hanya akan maju kalau tidak ada calon yang kompeten yang mengajukan diri dan sistem organisasi IAIC harus dirombak total pada Mubes nanti. Kalau itu tidak terpenuhi, saya batal mencalonkan diri.

Alhamdulillahnya, Mubes berjalan lancar. Sistem yang tadinya ada lima presidium dan satu sekjen yang menurut saya agak ngerepotin dirombak jadi satu ketua umum saja. Ketua diberikan kebebasan menentukan arah gerak. Dan tidak ada calon lain yang mengajukan diri.

Kepengurusan Yang Singkat

organogram-2

Kepengurusan IAIC 2015-2016 ini akan jadi kepengurusan yang singkat. Biasanya satu kepengurusan memiliki masa jabatan 2 tahun. Tapi di Mubes kemarin, dirasa Mubesnya kurang optimal sehingga diperlukan kepengurusan yang bertugas untuk menyiapkan Mubes 2016 yang lebih baik.

Jadi tanggung jawab saya sebenarnya hanya untuk jadi EO acara Mubes 2016. Tapi kenapa tidak sekalian saja saya siapkan pondasi dan infrastruktur untuk kepengurusan berikutnya. Jadi pengurus yang berikutnya bisa menjalankan IAIC dengan lebih mudah dan bisa membawa inovasi yang lebih bagus lagi.

Untuk itu saya meminta tolong banyak teman-teman saya untuk bergabung dalam kepengurusan ini. Saya tahu saya punya banyak kelemahan untuk itu saya membutuhkan orang-orang yang tepat dan terbaik di bidangnya untuk mengcover kekurangan saya. Dan prinsip saya pun tetap sama, untuk mewujudkan visi yang besar, kita harus mulai dari langkah kecil dan memulainya sekarang juga. Think Big, Start Small, Act Now.

Di kepengurusan singkat ini, akan banyak eksperimen program-program baru yang akan diluncurkan. Pergerakan yang bisa jadi berhasil, bisa jadi gagal, yang penting bisa jadi bahan evaluasi dan modal untuk mengevolusi organisasi yang masih muda ini.

Dengan segala keterbatasan waktu, tenaga, dan tempat (karena ini pengurusnya pada tersebar di berbagai kota), semoga bisa menjadi satu langkah maju untuk IAIC. Langkah kecil yang mungkin hanya dikerjakan diparuh waktu, atau bahkan perempat atau persepuluh waktu para alumninya yang masih mencari jati diri dan mengejar hidupnya, semoga bisa dianggap sebagai amal ibadah dan bermanfaat untuk masyarakat.

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

2 Comments on Mendapat Amanah Di Ikatan Alumni Insan Cendekia

  1. Selamat.
    Memang untuk membuat yang besar itu mulai dari yang kecil.

    Suka

3 Trackbacks / Pingbacks

  1. Mengenal Lebih Dalam Tentang Insan Cendekia Dalam Buku Dormistory, Cerita Kita di Jalan Cendekia – Ardisaz
  2. Mau Tahu Tentang Insan Cendekia? Baca Buku Dormistory! – MAN INSAN CENDEKIA SERPONG
  3. Catatan Akhir Ketua Ikatan Alumni Insan Cendekia – Ardisaz

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: