My Journal

[Resensi] Hard Thing About Hard Things, Buku Untuk Kondisi Genting

Sudah lama saya tidak menulis review atau resensi buku nih. Maklum, saya sebenernya susah klo baca buku. Harus dipaksakan membaca :p Saya lebih suka nonton video, tapi banyak konten yang hanya tersedia dalam bentuk teks. Jadilah saya push diri sendiri untuk membaca setiap hari.

Awalnya saya denger judul buku ini dari video Stanford eCorner yang saya tonton. Kebetulan topiknya menarik dan pembicaranya bernama Ben Horowitz. Penasaran sama pembicaranya, ternyata dia pernah nulis buku berjudul Hard Thing About Hard Things. Akhirnya saya cari dan saya baca.

Kebanyakan saran untuk startup itu indah-indah, kayak “hire talent terbaik,” “bangun culture yang membangun,” “scale dengan cepat,” dan lain-lain. Tapi gak banyak saran untuk startup yang kondisinya lagi gak indah kayak diambang kebangkrutan, clientnya pergi semua, dan lain-lain. Oleh karen itu Ben Horowitz membuat buku ini sebagai pedoman untuk keluar dari kondisi terburuk pada startup.

While most management books focuns on how to do things correctly, so you don’t screw up, these lessons provide insight into what you must do after you have screwed up. The news is, I have plenty of experience at that and so does every other CEO

Pengalamannya dalam menjadi enterpreneur dan menjadi seorang venture capital akan sangat memberikan kita insight. Ben pernah menjalani sebuah perjalanan ekstrim dari sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut hingga berhasil bernilai $1.6 Milyar. Ben pernah mengalami diujung kebangkrutan, harga saham yang hanya $0.35, unlimited bad press, dan terpaksa harus mem-PHK karyawannya sebanyak tiga kali hingga total 400 karyawan.

Banyak sekali kondisi tersudut, tekanan mental, keputusan sulit, dan situasi kelam yang dialami oleh Ben. Tapi justru itulah sisi menarik dari buku ini. Bagaimana seorang CEO harus bisa menjadi Wartime CEO, CEO yang berada dalam kondisi perusahaan kritis. Keputusan seperti apa yang harus dibuat dalam waktu genting. Semua itu akan dirangkum dalam satu buku yang penuh pengalaman berharga.

this was wartime. The company would live or die by the quality of my decisions, and there was no way to hedge or soften the responsibility.

Buku ini akan sangat cocok dibaca bagi para founder yang sedang mengalami banyak masalah di dalam perusahaannya, yang artinya ini perlu dibaca untuk semua founder. Karena tidak ada startup yang tidak punya masalah. Kalau merasa startupnya berada di ujung tanduk dan sudah mau gagal, ini adalah obat yang paling tepat untuk dijadikan bahan bacaan. Kasus-kasus yang ada dalam pengalamanannya Ben Horowitz benar-benar contoh kondisi yang sangat ekstrem dan jarang dibahas olah para founder yang sudah sukses.

Namun memang buku ini sepertinya lebih tepat bagi mereka yang punya skala yang cukup besar. Saya pribadi banyak menemukan kasus yang tidak berelasi dengan apa yang saya alami karena skala perusahaannya yang berbeda. Seperti permasalahan culture perusahaan, struktur organisasi, dan lain-lain, ada yang saya rasa tidak berada dalam kasus yang sama. Akan tetapi, tidak ada ruginya mengetahui apa yang dilakukan ketika nanti mengalami kondisi itu.

Buku ini akan mengajarkan bagaimana jalan menuju kesuksesan itu tidaklah mudah. Ben mengalami kegagalan, harus menjual sebagian besar perusahaannya (dan intin usahanya). Memulai lagi dari hal yang baru. Gagal lagi. Hingga hanya punya satu peluru lagi untuk ditembakan, jika itu gagal, maka usai sudah perjalanannya. Akan ada banyak motivasi yang bisa kita dapatkan, terutama tentang menerima kegagalan dan move on dengan membawa pelajaran serta pengalmaan dari kegagalannya.

Ada satu paragraf yang menurut saya sangat pas untuk menggambarkan bagaimana kondisi “wartime CEO” yang disebutkan oleh Ben Horowitz ketika mengalami kegagalan besar yang kedua kalinya. Ini adalah kalimat yang ia katakan kepada para karyawannya yang mental dan energinya sudah terkuras akibat kegagalan yang sebelumnya.

I need you to go home tonight and have a serious conversation with your wife, husband, significant other, or whoever cares most about you and tell them, ‘Ben needs me for the next six months.’ I need you to come in early and stay late. I will buy you dinner, and i will stay here with you. Make no mistake, we have one bullet left in the gun and we must hit the target.

Bagi yang tertarik untuk membaca buku Hard Thing About Hard Things: Building a Business When There Are No Easy Answers, boleh dilihat di link ini  tau coba cari di toko buku terdekat.

About Adam Ardisasmita (1373 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

1 Comment on [Resensi] Hard Thing About Hard Things, Buku Untuk Kondisi Genting

  1. Cakep nih buku buat motivasi berbuat yang terbaik.

    Suka

Tinggalkan komentar