Mencari Pemimpin Untuk Indonesia
Sebelum Saya memulai tulisan ini, Saya ingin menekankan bahwa Saya belum menentukan pilihan apakah harus memilih Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta. Saya masih mempelajari kekurangan dan kelebihan masing-masing calon dengan hati-hati dan cermat. Jadi tulisan ini Saya tulis tanpa keberpihakan ke salah satu calon, hanya ingin menyampaikan apa yang Saya harapkan untuk pemimpin Indonesia berikutnya.
Saya semalam terbangun dengan kesal karena sebuah mimpi. Mimpi yang singkatnya adalah Saya berada di gedung kementrian Kominfo, bertemu dengan dua staf di sana yang Saya tawarkan bantuan untuk berkolaborasi dengan Saya untuk membangun ekosistem IT di Indonesia. Kedua staf tersebut memberikan sebuah dokumen semacam LPJ tentang apa saja yang kurang dari mereka lima tahun ini dan perlu diperbaiki dari tiap program-programnya. Saya pikir, dokumen itu akan berguna karena bisa membantu saya menghubungkan sisi yang masih lemah dari pemerintah dengan industri atau komunitas IT yang sudah ada saat ini. Di jalan menuju ruangan lain, Saya bertemu dengan staf lain yang lebih tinggi birokrasinya, yang kemudian dengan kasar mengambil proposal tersebut dan mengatakan bahwa dokumen itu rahasia dan pergi begitu saja. Memang ini hanyalah mimpi, tapi mimpi ini adalah interpretasi alam bawah sadar saya tentang bagaimana kultur di pemerintah kita masih sangat kaku, tertutup, dan sering kali tidak menyelesaikan masalah. Saya bisa berbicara seperti ini karena sudah pernah mencoba berkoordinasi dengan beberapa divisi di kementrian yang hasilnya tidak begitu memuaskan.
Kembali ke topik tulisan ini dalam mencari pemimpin Indonesia, Saya sebelumnya ingin menggarisbawahi sebuah poin yang cukup menarik. Apa sih kekuatan terbesar dari Indonesia? Banyak yang bilang Indonesia memiliki kekuatan terbesar yakni sumber daya alamnya. Lahan yang subur, gas yang melimpah, mineral yang tertanam di bumi pertiwi, dan banyak lainnya. Namun menurut Saya, kekuatan terbesar dari Indonesia adalah sumber daya manusianya. Sumber daya alam kita sudah diexploitasi dan lama kelamaan akan habis jika tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini tidak akan sanggup membuat Indonesia bersaing hanya dari sumber daya alamnya saja. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar kira-kira 250 jt jiwa. Saat ini, dari sisi GDP, Indonesia berada di peringkat 15. Tapi diprediksikan, dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan berada di posisi ke empat dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Inilah potensi raksasa yang ada di Indonesia yang mana jika mampu dimanage dengan baik, kita bisa menjadi nomer empat di dunia dalam waktu yang lebih singkat lagi.
Melihat peta kekuatan dan potensi dari Indonesia, kita membutuhkan pemimpin yang mampu mengelolanya menjadi sebuah kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini. Kita bukan mencari pemimpin yang sekedar baik, sekedar populer, sekedar punya banyak jaringan luas, sekedar ditakuti dan disegani, sekedar mau bekerja dan blusukan, tidak, kita tidak hanya mencari pemimpin yang seperti itu. Sudah sering Indonesia dipimpin oleh orang yang jago orasi, dipimpin oleh orang yang visioner, dipimpin oleh orang yang agamis, dipimpin oleh orang yang jenius, tapi itu saja tidak cukup untuk mengeluarkan potensi terbesar dari Indonesia. Yang kita butuhkan adalah pemimpin yang bijak, yang mampu menginspirasi, dan menggerakan 250 juta penduduk Indonesia untuk turut serta memajukan bangsa ini. Kita butuh seorang pemimpin yang bisa mengajak 250 juta rakyatnya untuk keluar rumah dan mengerahkan tenaganya untuk mendukung pemimpinnya memerdekakan Indonesia dari berbagai masalah yang sedang dialaminya.
Jika masih bingung dengan kata inspirasi atau menggerakan yang Saya singgung di atas, Saya bisa berikan dua contoh nyata pemimpin yang Saya maksud. Yang pertama Saya akan menyebut nama Ridwan Kamil. Bandung saat ini tidak hanya dibenahi oleh kang Emil seorang. Beliau tidak blusukan sana-sini sendirian, memecahkan masalah dengan perintah-perintahnya saja, tapi beliau membenahi kota Bandung dengan segenap dukungan dan urunan yang diberikan oleh masyarakat kota Bandung. Apa contohnya? Gerakan bersepeda, gerakan berbahasa sunda, gerakan berbahasa Inggris, itu adalah sedikit contoh gerakan yang sontak dilakukan oleh masyarakat Bandung dengan modal twitter kang Emil saja. Lalu belum lagi pasukan anti banjir, pasukan penjaga kebersihan, pasukan penjaga taman, yang mana semua itu adalah kontribusi langsung dari komunitas dan masyarakat di Bandung. Banyak lagi contoh kontribusi langsung dari masyarakat Bandung untuk turut serta memajukan kota Bandung. Bahkan banyak sekali yang menawarkan diri kepada kang Emil, kira-kira keahlian dia, profesi dia, bisa berkontribusi apa untuk Bandung. Semua itu dilakukan tanpa bayaran dan dengan suka rela.
Lalu nama kedua yang akan Saya bahas adalah Anies Baswedan. Kalau Ridwan Kamil menggerakan komunitas dan masyarakat untuk membangun kota Bandung, Pak Anies menggerakan anak muda tercedas bangsa Indonesia untuk mau turun tangan mencerdaskan bangsa ini. Gerakan Indonesia Mengajar telah menjadi sebuah gerakan masif yang sangat prestis dan banyak peminatnya dimana seorang yang memiliki kecerdasan tinggi, leadership tinggi, yang bisa hidup nyaman dan tenang dengan jabatan dan kekayaannya, berbondong-bondong memilih untuk bergerak mengajar di pelosok Indonesia yang belum tersentuh oleh pendidikan yang mumpuni. Pak Anies bisa menginspirasi dan menggerakan sumber daya manusia terbaik di Indonesia untuk menjalankan sebuah pekerjaan mulia, tanpa dibayar, tanpa diiming-imingi jabatan. Gerakan Indonesia mengajar ini membantu memecahkan masalah ketikamerataannya pendidikan di Indonesia. Selain itu, gerakan ini juga turut serta membantu memupuk jiwa kepedulian sosial bagi calon-calon penerus dan pemimpin bangsa, yakni anak muda terbaik dan tercerdas di Indonesia, agar ketika ia nanti telah memegang peran penting di Indonesia, dia akan tetap menjejakan kakinya di bumi.
Kedua nama tersebut adalah contoh dari pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini. Kita sudah tidak butuh lagi pemimpin yang berpikiran sempit, yang hanya sibuk mengurus urusannya sendiri, yang kesana-kemari tanpa memberikan impact nyata dan langsung bagi masyarakat, sibuk rapat, sibuk bikin MoU, tapi masyarakat tidak merasakan apa-apa. Banyak sekali kebijakan yang lahir saat ini yang hanya menguntungkan sebagian pihak, tidak tepat sasaran, atau terlalu utopis. Wajar hal ini terjadi karena manusia terbaik dari Indonesia sudah antipati terhadap politik, muak terhadap pemerintah, dan memilih untuk tidak turut campur terhadap roda pemerintahan kita. Untuk bisa menarik manusia-manusia terbaik agar bisa turun tangan membenahi Indonesia, kita butuh pemimpin yang memiliki daya tarik dan mampu menginspirasi mereka untuk mau maju dan bergerak. Sayangnya, pemimpin dengan tipe seperti ini belum dapat tempat di hati para politis kita. Mungkin karena takut jika Indonesia dipimpin orang seperti ini, bisa-bisa mereka gak kebagian “jatah.” Mungkin juga mereka takut itu akan merubah kultur birokrasi dan pengambilan kebijakan di Indonesia secara drastis. Tapi itulah yang kita butuhkan saat ini. Indonesia sudah ketinggalan, kalau tidak segera berubah, kita akan semakin terpuruk. Kita butuh pemimpin yang baru, bukan produk dari orde baru.
Sekarang kita coba realistis. Masyarakat masih mencari pemimpin yang populer, sering nongol di TV, keliatannya keren, dan lain sebagainya. Orang-orang hebat seperti Ridwan Kamil dan Anies Baswedan saat ini belum dapat tempat di mata masyarakat kita. Mereka masih takut, apa bisa orang muda yang belum tau apa-apa, belum berpengalaman di birokrasi bisa memimpin Indonesia dengan baik. Padahal, ironisnya, kalau pengen Indonesia berubah, ya kita gak bisa lagi milih pemimpin yang sama kayak yang dulu-dulu pola pikirnya. Kita harus cari pemimpin yang fresh, yang belum terkontaminasi dengan sistem politik dan kultur birokrasi kita. Kita harus cari pemimpin yang tidak gila jabatan, tidak haus tahta, yang hidupnya sederhana. Gampangnya gini aja, coba kita lihat rekam jejak mereka ketika tidak dapat jabatan, tidak dapat gaji besar dari pemerintah, apa yang dia kontribusikan untuk Indonesia? Kita lihat saja selama ini seberapa besar impact yang dia berikan untuk masyarakat, seberapa banyak orang yang terinspirasi dan mau bergerak bersama mereka?
Memang sangat disayangkan, walaupun Indonesia ini berdasarkan suara rakyat, tapi rakyatnya masih semu. Katanya kita yang pilih presiden kita sendiri. Tapi kenapa yang ngasih nama calonnya adalah elitis partai? Nama Prabowo, nama Jokowi, nama ARB, nama SBY, dan nama-nama lainnya itu bukan rakyat yang menentukan. Rakyat hanya disuruh milih nama yang udah disodorin oleh para elitis partai ini. Baik Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta, kedua-duanya tidak ada yang masuk dalam kategori pemimpin Indonesia yang saya harapkan. Jokowi masih punya janji membenahi Jakarta untuk lima tahun, Jokowi tidak terlihat memiliki visi dan kesiapan yang matang untuk memajukan Indonesia, JK sudah termakan usia dan tidak seprima kondisinya yang dulu. Namun yang baru dari Jokowi adalah tidak adanya politik transaksional dan bagi-bagi kursi menteri. Lalu dari sisi Prabowo, beliau memiliki dosa masa lalu yang belum dituntaskan dengan baik. Tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan untuk maju sebagai presiden. Lalu yang menyeramkannya, secara terang-terangan menggunakan politik transaksional dimana Mahfud MD, ARB, Rhoma Irama, Hari Tanoe, dan seluruh partai yang dibelakang dia akan dapet jatah jadi menteri. Itu berarti akan ada kejadian kayak sekarang dimana menteri kominfo dipegang oleh orang yang gak ngerti IT dan membuat kebijakan yang justru tidak memajukan IT di Indonesia. Saya sekarang harus memilih, diantara dua pilihan yang tidak menarik, mana yang paling sedikit kerugiannya bagi Indonesia. Saya masih mempelajari kedua belah sisi dengan hati-hati, menunggu kejelasan dari berbagai programnya nanti, dan tentu menunggu debat presiden untuk bisa menentukan akan disisi mana Saya berdiri. Dan kalau tertarik, nanti akan Saya share juga analisis dibalik keberpihakan Saya terhadap salah satu calon.
Tinggalkan Balasan