Bagaimana memanipulasi alam? Tanya pawang hujan
Beberapa waktu kebelakang, saya bekerja sama dengan salah satu tempat rekreasi terbesar di Indonesia untuk mengadakan sebuah acara di sana. Setelah melalui tahapan-tahapan dan prosedure yang harus saya lewati, sampailah ketika saya harus menandatangani momerandum of understanding (MOU). Sebuah perjanjian yang berisikan kewajiban dan hak yang harus dipenuhi kedua belah pihak yang ditandatangani di atas materai dan dilindungi oleh hukum. Ketika saya mempelajari MOU yang diberikan pihak pertama (sebagai pihak yang saya ajak untuk kerjasama), ternyata di dalam kewajibannya terdapat poin untuk menyediakan pawang hujan selama acara. Itulah hal pertama yang saya tanyakan ketika saya kembali ke sana untuk rapat mengenai konten MOU karena beberapa masih rancu dan tidak sesuai.
Dalam sesi informal, sembari makan ringan dan minum, pihak pertama bercerita tentang pawang hujan yang dimaksud. Pawang hujan tersebut biayanya adalah 5-15 juta perjam dan dijamin tidak akan turun hujan (mungkin kalau hujan, uang kembali). Beliau bercerita, pertama kali beliau bekerja di sana, dia cukup kaget dengan keganjilan fenoma alam tersebut. Saat itu ia memegang sebuah event pentas seni di sekitar pantai. Satu panggung megah berisi dekorasi yang mewah berdiri kokoh, beberapa baliho besar terpampang di sekitar arena, dan sebuah panggung mixer berada di seberang panggung utama. Baik panggung utama maupun mixer, rawan sekali kerusakan jikalau terkena air. Baliho besar tersebut pun ternyata tidak dilubangi sehingga jika tertiup angin, akan dengan mudahnya terjatuh. Sialnya, hari itu turun hujan lebat dan angin yang besar. Anehnya, panggung utama dan panggung mixer sama sekali tidak tersentuh air setetes pun, terkena pias pun tidak. Ketika melihat ke atas, langit seakan bolong. Baliho besar itu juga tidak bergerak sedikit pun tertiup angin dan pertama kalinya beliau melihat ada petir menyambar ke arah panggung mixer namun terpantulkan kembali sebelum sempat mengenai panggung tersebut.
Beliau cerita, seorang sufi pernah datang ke tempat tersebut dan merasakan keganjilan yang serupa. Sufi tersebut menganggap hal tersebut sirik dan tidak baik. Namun beliau membalas bahwa perjanjian dengan pawang hujan bukanlah kehendaknya. Beliau selalu siap dengan plan B apabila cuaca yang tidak diinginkan terjadi. Jadi kalau tidak hujan ya Alhamdulillah, kalau hujan sudah ada rencana cadangan.
Awalnya saya meragukan hal tersebut sampai saya membuktikan sendiri kejadian tersebut. Selama tiga hari berturut-turut acara, di daerah sekitar tempat diadakannya acara (kata teman saya) hujan lebat sekali antara siang atau sore. Namun kenyataannya, di lokasi acara tersebut berjalan, cuaca sempat mendung, tapi hanya turun hujan ketika acara hari tersebut telah ditutup oleh MC. Begitu terus kejadiannya berkali-kali. Saya sempat ditunjukan oleh pihak pertama kondisi langitnya ketika itu, dan ternyata memang di area tempat diadakannya acara matahari menembus masuk begitu saja, tapi dalam diameter tertentu dari lokasi acara, langitnya sangat gelap. Apakah benar itu akibat permainan manipulasi dari sang pawang hujan? Ataukah memang itu kehendakNya?
Tinggalkan Balasan