Gamers2Gamers Chapter 3: Awakened the Sleeping Giant
Waktu saya pertama kali ke Gamescom di Jerman tahun 2019, saya melihat ribuan orang antri di luar hall dari pagi, menunggu jam pameran buka, sambil membawa kursi. Awalnya saya bingung, ngapain kok pada bawa kursi? Ternyata kursi itu mereka pakai untuk antri di booth game yang untuk memainkan satu game bisa membutuhkan waktu berjam-jam. Di situ saya kagum melihat apresiasi dan minat masyarakat terhadap video game yang rela bayar tiket dan antri lama untuk bisa experience bermain game. Saya lalu bermimpi, semoga suatu saat Indonesia bisa punya event yang pengunjungnya rela antri, sampai bawa kursi, untuk bisa nyobain game. Dan terima kasih kepada The Lazy Monday yang telah mewujudkan harapan tersebut di Gamers2Gamers Chapter 3.

Saya tidak pernah absen untuk hadir ke Gamers2Gamers. Mulai dari Gamers2Gamers Chapter 1 dengan tema medieval dimana saya buka booth untuk showcase Project Unseek, lalu Gamers2Gamers Chapter 2 saya lagi gak ada game yang bisa dishowcase, tapi ikut melihat situasi di backstage karena berkesempatan untuk turut menjadi host, dan kembali lagi di tahun ini untuk chapter 3 yang menurut saya lebih kaya akan konten dan skala nya meningkat. Jadi pada postingan ini, saya mau sharing betapa epic nya G2G chapter 3 di tahun 2024 ini.
Mixer: Ajang Berkenalan Sesama Pelaku Game
Sudah menjadi tradisi, h-1 G2G akan ada acara mixer yang dihost oleh G2G. Mixer ini menurut saya penting sekali karena pasti di hari H, temen-temen developer udah akan sibuk dengan boothnya masing-masing dan gak ada waktu untuk bisa mingle. Selain itu, bagi newcomer yang baru masuk ke industri game, adanya mixer ini bagus banget untuk bisa kenalan dengan temen-temen di industri yang lain.
Acara mixer sendiri basically makan-makan di restoran yang terbatas untuk para exhibitor dan media. Bagus dibikin terbatas gini, jadi gak terlalu crowded dan sangat doable untuk kita bisa kenalan dan say hi dengan semua orang yang hadir. Tempatnya juga gak berisik dan cukup private, sehingga nyaman untuk mingle. Dan untuk tahun ini, makanannya terbilang cukup mewah yah 🙂 Makasih TLM traktirannya.
The Lazy Game Awards, Ajang Apresiasi Karya Gim Terbaik


Apresiasi menurut saya adalah hal yang sangat penting. Apalagi klo apresiasi ini tidak melulu hanya melihat dari kesuksesan secara komersil dan popularitas, tapi juga game-game yang berani push the boundaries. Memang dapet award ini tidak berbanding lurus dengan game nya akan jadi makin sukses atau studio nya akan makin hebat, tapi award ini adalah bentuk penghargaan atas sebuah medium yang menjadi passion kita bersama. Itu mengapa event seperti Academy Awards, Golden Globe Awards, atau kalau yang lokal seperti Festival Film Indonesia, berdampak positif untuk industri film. Di Musik pun sama, ada Grammy Awards atau Anugerah Musik Indonesia Award.
Sejujurnya saya lebih suka penghargaan yang curated dan independen, dipandingkan penghargaan yang vote based. Memang popularitas bisa menjadi salah satu indikator, tapi menurut saya tidak bisa jadi satu-satunya indikator. Saya sendiri tidak tahu yah seberapa besar peran vote seperti di The Game Awards atau The Lazy Game Awards (TLGA), tapi semoga porsi kurator dan editorial nya lebih besar. Dan menurut saya, nominasi untuk game lokal harus selalu ada dan semakin banyak agar bisa terus memberi semangat buat game developer lokal kita untuk berkarya.
Nah terkait TLGA di chapter 3 kali ini saya seneng banget variatif nominasinya dan pemenangnya pun sangat sesuai ekspektasi dan memang pantas untuk menang. Kebetulan tahun ini diminta untuk ngebacain nominasi lagi jadi seru bisa ikut bantu-bantu di backstage lagi. Nominasi yang saya bawain di tahun ini adalah best international indie game bareng sama Kiki dan most anticipated local game bareng Andi Lukito. Konsepnya pun juga cukup simple karena tinggal pakai jas dan aksen biru saja. Berhubung tahun lalu udah tahu flow bacain nominasi kayak apa, tahun ini ya tinggal jalanin aja gak perlu banyak persiapan. Apalagi partner bacain nominasinya juga udah pada kenal dan nominasi yang saya bawakan juga saya tahu banget game-gamenya.

Cuma ada satu kesalahan yang saya lakukan di hari TLGA ini. Kan Jumat malemnya ada Mixer. Abis mixer itu kita preparation ke venue untuk serah terima laptop dari panitia untuk kita pakai showcase. Jumat ini saya sampai malem banget baru balik ke hotel. Sampai hotel pun masih ada kerjaan yang diberesin sehingga tidurnya baru jam 2 pagi. Lalu subuh harus udah bangun untuk ke venue karena GR jam 7. Salahnya saya adalah gak sarapan dulu dan gak bawa makanan ke venue. Akhirnya dari pagi itu perut kosong, kurang tidur, dan kayaknya kesemport dinginnya AC juga, alhasil beres TLGA siang itu saya langsung terkapar sih. Tapi setelah makan siang dan dipakai tidur sebentar, abis itu udah so much better karena jam 16 nya menjadi juri untuk acara Tarung Game.
Tarung Game: Spotlight Untuk Newcomer di Industri Game

Setelah beberapa kali The Lazy Monday memberi highlight dan special featuring bagi developer lokal, makin banyak fans nya TLM yang berminat untuk jadi game developer. Antusasme itu disambut baik oleh TLM dengan membuat sebuah ajang batu lompatan bagi game developer baru untuk unjuk gigi yang diberi nama Tarung Game. Konsep tarung game ini cukup menarik. Rio dari TLM berkali-kali chat dan video call saya buat ngematengin konsep tarung game.
Goal tarung game adalah mentrigger lahirnya game dev baru dan memberikan mereka panggung untuk showcase. Sekitar akhir oktober, pas setelah safari biztrip saya dari Melbourne, Bali, dan Singapore, saya langsung hadir ke roadshow G2G dan juga tahap eliminiasi awal. Jadi para studio game udah submit game mereka dan diseleksi oleh TLM lalu di situ kita adain tarung game part 1. Jurinya ada saya, Aldo dari TLM, Fadhil dari Reima, Damas dari GloryJam, dan Nanda dari Gamecom. Setelah mereka pitching, kelima juri ini ngasih feedback. Khusus Aldo, dia marah2in gamedev ini biar mentalnya kuat :p
Nah empat besar dari acara itu, dikasih pembekalan sama TLM. Ada materi tentang pitching dari Shafiq (Gambir Studio) dan ada materi tentang cara buka booth dari Sajo (Toge Productions). Dan pas G2G hari pertama, di sore hari jam 16.30, mereka berempat pitching lagi dan memperlihatkan progres mereka selama dua bulan seperti apa untuk mendapatkan satu tim pemenang. Naaah. Jadi kan abis TLGA itu saya terkapar di kamar hotel. jam 16 saya meluncur balik ke venue dengan sekuat tenaga. Terus pas baruu aja masuk venue, langsung ketemu sama ibu Wamen Ekraf yang baru aja selesai ngasih sambutan dan keliling. Tentu jadinya kita ngobrol-ngobrol di depan sebentar dan saya ketinggalan pitch dari tim pertama. Tapi habis itu masih bisa ngikutin pitch sisanya.
Empat studio game yang masuk ini bisa keliatan sih passion dan energinya ketika mereka pitching. Dan saya seneng banget mereka juga dikasih booth utk showcase game mereka. Pitching mereka pun sudah jauh lebih baik dari tempo hari, pitchdecknya juga lebih matang. Setelah selesai pitch, akhirnya dapatlah pemenang Tarung Game yakni War Angel. Ini game resource management dengan latar di medan perang. Secara core loop sudah matang sekali. Tinggal visualnya aja dipolish-polish lagi.
Harapan saya sih Tarung Game ini bisa diadakan lebih besar lagi. Bisa menyentuh lebih banyak game developer baru. Dan mungkin bisa berkolaborasi dengan AGI atau institusi pendidikan untuk memberikan pelatihan yang lebih intensif lagi.
Berbagi Seputar Game Development Dalam Dialogim



Masih nyambung dengan tingginya minat gamers yang ingin jadi game developer, di G2G kali ini ada sesi mini workshop yang diberi nama dialogim. Ada empat sesi yang diadakan yakni sesi tentang narrative writing oleh Sasha dari Toge Productions, sesi tentang art oleh Leo dari Separuh Interactive, sesi tentang game design dari Fandri dari Agate, dan saya ngisi sesi tentang game bisnis.
Game bisnis ini menurut saya sangat penting karena sebagian besar tim dev ini isinya orang-orang dapur. Mereka ngerti coding, bikin game, design game, dan ilmu-ilmu itu bertebaran juga di youtube atau course online. Tapi yang membedah tentang bisnis dari game itu jarang sekali. Apalagi perkembangan bisnis dari game ini kan sangat cepat yah. Jadi emang kita harus selalu uptodate sama apa yang terjadi saat ini.

Pas sesi yang saya bawakan, walopun itu di hari terakhir dan sore hari, tapi banyak banget yang tertarik dengerin. Sampai di bawah itu pada duduk anteng menyimak karena gak kebagian kursi. Sesi tanya jawab pun cuma bisa untuk dua penanya. Mungkin durasinya kurang yah klo cuma 30 menit. Tapi ya memang acaranya padat sekali agendanya jadi ya emang gak bisa lama-lama.
Showcase Garden of Wandering Souls

Ini dia gong utama dari G2G, showcase game. Ini saya mau buat pengakuan. Jadi pada tahun 2018, ketika Arsanesia buka booth di Gameprime, saya ngerasa kayak apa manfaatnya yah bikin booth gini. Toh masyarakat indonesia belum berminat untuk beli game lokal. Dan pada kala itu, game lokal kita juga kualitasnya masih belum bagus untuk bisa menarik minat gamers lokal. Chicken and egg problem lah. Hal itu juga yang menjadi trigger saya untuk iseng survey singkat nanya ke gamedev-gamedev, “lu buka booth di Gameprime itu ada manfaatnya gak sih?” So far sih banyakan “rugi” dan “capek” nya daripada untungnya. Hal ini juga yang menjadi trigger saya untuk kontemplasi, klo bukan event B2C, apa dong yang dibutuhkan sama gamedev lokal kita? Waktu itu jawabannya adalah knowledge dan bisnis, makanya terbesitlah keinginan untuk bikin IGDX.
Fast forward dari 2018 ke 2024, selang 6 tahun berlalu, saya bisa bilang kalau pertanyaan “ada gak sih manfaatnya buka booth di Indonesia”, saya akan bilang yes! Seperti tulisan saya tentang G2G Chapter 1, fakta bahwa ada event yang berbayar yang main course dari event itu adalah game lokal, tapi tiketnya sold out, itu mengubah mindset saya tentang market indonesia. Hari ini saya optimis edukasi konstan yang dilakukan oleh TLM semenjak lama menuju ke arah yang sangat baik. Kombinasi antara edukasi market gamer dengan kualitas game lokal kita yang makin bagus ini akan menjadi turning point yang sangat monumental. Kita gak tahu kapan akan meletus, tapi once momen itu terjadi, kita semua dalam satu ekosistem yang akan menikmatinya bersama-sama.

Satu hal menarik yang banyak dimanfaatkan oleh game dev lokal dengan membuka booth di G2G, tentu selain mendapatkan quality feedback dari core gamers, adalah untuk mengumpulkan wishlist. Membahas sekilas tentang wishlist, jadi algoritma steam akan memberikan booster visibility bagi game dengan wishlist yang tinggi. Dalam steam-steam event, next fest, atau ketika menjelang rilis untuk masuk popular upcoming, jumlah wishlist menjadi kunci. Dengan adanya sistem quest dari G2G, banyak game developer lokal yang mengejar penambahan wishlist. Memang ketika rilis, conversion dari wishlist ke sales juga harus tinggi agar bisa masuk ke new and trending lama. Cuma bagi game developer kita yang masih kesulitan mencari wishlist, bisa masuk ke popular upcoming dan masuk ke boost algoritma steam saja sudah akan membantu mereka. Arsanesia sendiri kita tidak memberikan challenge untuk wishlist di G2G kali ini, tapi organic wishlistnya juga besar. Ini membuktikan bahwa audience yang dateng ke G2G adalah gamers sejati.

Selama dua hari full, pengunjung tidak berhenti-henti dateng. Kita udah standby 5 orang untuk jaga booth pun masih pada teler. Untungnya yang lagi jaga booth kita bekali dengan wireless mic, jadi gak perlu teriak-teriak untuk mendampingi gamers-gamers yang lagi nyobain game kita. Di hari pertama, kita bikin build dari game kita, Garden of Wandering Souls, tolong di wishlist di steam yah ;), dengan tantangan khusus. eh ternyata tantangannya terlalu sulit :p Jadinya kita request ke game directornya untuk bikinin build malem harinya biar besok bisa lebih gampang bagi pengunjung untuk memenangkan challenge nya.

Dan tentunya, pemandangan orang duduk mengular yang saya bayangkan ketika di gamescom 2019 akhirnya terwujud di G2G kali ini. Terima kasih TLM karena telah mewujudkan mimpi saya melihat gamers lokal duduk mengular antri untuk mainin game lokal.
Venue dan Stage

Cuma tidak berhenti di sini. Harapan saya, game-game lokal kita itu bisa punya station yang lebih gede, yang satu booth game dev lokal bisa ada 6-10 laptop dan antrian yang lebih panjang lagi. Pengennya tuh ngeliat antrian ini mengular seperti antrian ketika Cyberpunk baru ngasih teaser-teaser aja di Gamescom. Jadi booth lokal kita emang udah gede, game-gamenya pun udah bisa hype di indonesia, dan emang masyarakat kita udah gatel banget pengen hands on exclusive buildnya.
Untuk mewujudkan harapan itu, memang G2G harus bisa lebih scalable lagi. Jujur, G2G Chapter 2 itu menurut saya konsep nya menarik tapi gak scalable. Tim panitia pasti berdarah-darah untuk bisa menghadirkan visual yang seperti itu. Makanya di G2G chapter 3 ini saya lebih happy karena dengan venue yang lebih besar, acara jadi lebih cair dan mengalir. Antusiasme pun tetap tinggi walopun tidak dimanjakan oleh visual tematik. Tapi kalau menurut saya, G2G Chapter 4 nanti gak perlu tematik pun gak masalah. Biarkan tiap developer diberikan space dan mendirikan sendiri booth yang sesuai dengan karakter mereka masing-masing. Ini warna yang dulu saya lihat di Gameprime ketika booth-booth pada kreatif mendekor dengan tema gamenya, ada yang bikin mini konser, ada yang bikin booth horor, ada yang bikin rigging2 ala cyberpunk gitu, pokoknya unik-unik dan kreatif. Dengan begitu, panitia pun juga gak terlalu terbebani dengan production.
Menurut saya, yang harus tetap dijaga adalah mata acara di stage. Warna yang harus selalu ada dan selalu dibawa dalam G2G adalah bahwa acara ini di-host oleh TLM. Saya terhibur sekali setiap duduk di depan panggung menyaksikan berbagai mata acara di stage yang memang khas warnanya TLM. Dan nyawa ini lah yang perlu dijaga. Kelucuan, keliaran, kegilaan, dan berbagai keriuhan ini lah yang terlihat sekali bahwa ini adalah acaranya TLM.
Closing Statement

Memang tahun ini ada banyak sekali event B2C di Indonesia. Ada Gameprime, ada IGX, ada G2G, dan ada IGF. Apakah jadinya kebanyakan mata B2C? Make sense banget klo ada pikiran seperti itu yah. Bisa jadi masyarakat jenuh dengan game-game lokalnya, dan bisa jadi juga gamedev kita juga bingung mau nampilin exclusive konten apa lagi? harus ikut yang mana? Tapi satu hal yang pasti, membuat event yang scalable dan berkelanjutan itu tidaklah mudah. IGX itu acara pertama mereka dan game lokal hanya jadi satu side dish kecil di pojokan. Gameprime tanpa adanya support pemerintah masih susah. G2G ini udah terbukti tahan banting bikin 3 chapter yang tiap tahun bisa scale up. Ini momentum yang sayang kalau gak dilanjutkan. Koneksi dengan sponsor sudah semakin tinggi, market lokal semakin mature, bantuan dari pemerintah di depan mata dengan adanya perpres game, dan yang terpenting dan paling susah dibangun adalah trust dari para pelaku industrinya. Trust ini yang menurut saya “mahal sekali” harganya. Ini pengunjung bayar untuk masuk ke acaranya dan gak murah, developer pun juga bayar untuk bikin booth dengan harga yang juga gak murah, tapi mereka semua dengan antusias mensupport G2G karena trust tersebut.
Sebagai orang yang sering mondar-mandir ke backstage dan dengerin keluh kesah panitia, sangat totally paham bahwa bikin G2G ini melelahkan. Dan tentu yang namanya merintis, pasti berat sekali di awal. Besar harapan saya agar G2G ini bisa menjadi event sebesar PAX atau Gamescom. Sempet ada kenginan kan dari pemerintah untuk beli lisensi Gamescom Asia agar dibawa ke Indonesia. Menurut saya kalau dana itu ada, better dipake untuk support G2G biar bisa bikin event yang skalanya lebih gede dari Gamescom Asia 🙂

So buat penutup, saya ingin mengangkat topi buat temen-temen di TLM yang semenjak G2G chapter 1 sudah percaya sama Indonesia, percaya bahwa game-game buatan gamedev lokal itu “bernilai”, mau berdarah-darah, bakar uang, dan menguras energi untuk melakukan mendorong percepatan industri game di Indonesia. Tanpa kalian sadari, yang kalian lakukan dengan G2G ini tuh kalian ngebangunin raksasa tidur, bikin pasar game lokal yang dulu gak dilirik, sekarang jadi tumbuh dan berlari kencang.
Tinggalkan komentar