My Journal

Mengenal Game Publishing License dan Game Rating System

Ketika kita selesai membuat game, tahap selanjutnya adalah mendistribusikan game tersebut. Untuk distribusi, kita bisa melakukan sendiri (self-publish) atau meminta bantuan publisher. Yang jelas, untuk bisa mem-publish game-nya, terdapat aturan yang berlaku tentang bagaimana syarat dari game yang boleh di-publish dan bagaimana cara mem-publishnya. Salah satu aturan yang perlu diperhatikan adalah rating system. Sama halnya seperti film, game juga punya rating tesendiri. Ada game yang boleh dikonsumsi anak-anak, ada game yang boleh dikonsumsi remaja, ada juga game yang hanya boleh dikonsumsi oleh orang dewasa. Bahkan tentunya ada juga game yang kontennya tidak boleh dikonsumsi sama sekali. Semua ini ada aturannya dan Indonesia punya aturan main sendiri yang bernama Indonesia Game Rating System (IGRS). Sekitar 4-5 tahun yang lalu, saya pun terlibat dalam beberapa kali Focus Group Discussion dengan Kominfo untuk membahas IGRS.

Indonesia Game Rating System

Pada tulisan kali ini, saya coba mewawancarai Cipto dari Agate, Eric dari Toge Productions, Bu Riris dari Game Changer, dan Roki dari Touchten sebagai game developer yang sudah pengalaman melakukan publishing secara global (baik itu self publish maupun menggunkan bantuan publisher) untuk mendapatkan gambaran umum tentang game publishing dan rating system.

Dalam konteks game publishing, secara umum dibagi jadi beberapa kategori. Pertama dari kontek platform, terdapat platform mobile, console, dan PC. Untuk mobile, channel untuk distribusinya secara umum dibagi jadi Google Play dan Apple App Store. Untuk console, channel untuk distribusinya dibagi menjadi Sony, Nintendo, dan Microsoft. Dan untuk PC, 70-80% marketnya masih dipegang oleh Steam. Walaupun muncul channel distribusi baru lainnya seperti Epic Store, Steam masih sangat dominan.

Lalu jika dibagi berdasarkan kategori bentuknya, game publishing terbagi menjadi dalam bentuk digital dan bentuk fisik. Untuk platform mobile, hanya ada distribusi digital. Sedangkan untuk platform PC dan Console, selain digital, terdapat juga distribusi fisik. Tiap platform dan bentuk media game, memiliki proses yang berbeda-beda dalam hal distribusi dan publishing.

Dalam hal proses rating dan licensing, secara umum terdapat perbedaan mendasar apabila kita melakukan distribusi game dalam bentuk digital dan dalam bentuk fisik. Untuk digital, seperti pada platform Mobile di Google Play dan Apple Store, proses rating dan licensing untuk distribusi game bisa melalui self assessment. Demikian juga untuk PC untuk platform digital melalui Steam. Beberapa sistem rating di region atau negara di dunia, sudah bekerja sama dengan IARC Global Rating sehingga kita hanya perlu mengisi satu form dari IARC dan mendapatkan rating dari tiap negara hanya dalam hitungan menit. Namun memang terdapat negara yang tidak tergabung ke dalam IARC seperti Jepang dan China.

Proses IARC

Untuk kasus game yang dipublish ke Jepang oleh Toge Productions di Nintendo Switch, mereka harus comply dengan sistem rating Jepang yakni CERO. Tidak mudah untuk bisa mendapatkan rating CERO ini sehingga harus dibantu oleh partner atau co-publisher dari Jepang. Harganya pun cukup mahal untuk dapat rating CERO ini, sekitar 20jt-an rupiah. Atau pengalaman Touchten publish mobile game-nya ke China, mereka harus melalui proses licensing yang memakan waktu hampir 1,5 tahun hingga akhirnya game-nya diapprove untuk masuk ke China.

Jadi memang ada beberapa negara yang memiliki pendekatan open access dan ada juga yang memiliki pendekatan proteksionis. Pendekatan open access ini memberikan kesempatan bagi berbagai konten untuk masuk ke negaranya dengan mudah dan cepat dan sesuai dengan regulasi negaranya, sedangkan pendekatan proteksionis lebih membatasi konten yang masuk. Kedua-duanya ada pro dan kontranya masing-masing baik dari sisi konsumer maupun produsen game.

Participant Storefront IARC

Tantangan dalam menggunakan pendekatan open access dan self assessment rating ini tentu adalah dari sisi enforcement. Perlu ada yang melakukan double check apakah rating yang di assess sudah sesuai dengan game yang disubmit atau belum. Pada proses IARC ini, kita mengisi satu buah kuesioner di storefront yang ingin kita gunakan dan akan menggenerate rating dari berbagai negara tergabung. Rating ini tiap negara tentu bisa berbeda. Ada konten yang di negara A 13+ tapi menurut negara B 18+. Lalu ketika ada game yang tidak sesuai dengan rating, storefront (misal Nintendo) yang mengatasnamanakan IARC, mengirimkan surat peringatan. Surat peringatan ini bisa pemberitahuan perubahan rating, misal tadinya di 16+ diubah jadi 18+, atau diminta melakukan modifikasi di dalam game itu sendiri. Atau ada juga case dimana ada konten tertentu yang tidak boleh di suatu negara tapi boleh di negara lain, misalnya mengandung unsur nazi di dalam game yang untuk dipublish di Jerman, tentu tidak akan bisa lolos. Masih belum jelas yang melakukan pengecekan apakah secara aktif dari pihak IARC, dari pihak storefront, dari negara dimana rating tersebut berlaku, atau dari masyarakat umum yang melakukan complaint.

Partisipan IARC

Lalu kasus yang berbeda jika kita ingin mendistribusikan konten fisik. IARC hanya berlaku untuk konten digital sedangkan untuk fisik, harus submit sendiri. Pengalaman Agate mengembangkan game yang dididistrbusikan juga dalam bentuk fisik, mereka harus mengurus manual rating misal ke ESRB atau ke PEGI. Untuk itu, peran global/region/local game publisher jadi sangat penting agar bisa mendistribusikan game-nya dengan mudah. Dalam case publish ke negara yang tidak tergabung dalam IARC-pun, peran publisher juga menjadi sangat vital.

Tentu pertanyaan terbesarnya seperti apakah posisi IGRS yang baik. Apakah open access dan tergabung di IARC sehingga memudahkan developer di seluruh dunia comply dengan syarat-syarat kita? Atau dengan metode proteksionis dimana tidak ada game yang boleh publish di Indonesia tanpa license dari negara atau tanpa melalui publisher lokal? Sepertinya ini akan jadi diskusi tersendiri membahas hal ini. Yang jelas, IGRS sangat penting untuk bisa memastikan kontek-konten yang dikonsumsi di Indonesia seudah sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di Indonesia.

About Adam Ardisasmita (1374 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan komentar