Dari zaman taman kanak-kanak hingga kini duduk di bangku kuliah, saya selalu bertemu dengan “bahasa” matematika. Simbol-simbol yang ,memiliki sifat dan kemampuan tertentu untuk membahasakan hal-hal yang imajiner menjadi sebuah rumusan yang nyata, “bahasa” yang menurunkan pikiran menjadi tulisan. Namun semenjak dahulu, saya merasa kemampuan berbicara dalam bahasa matematis saya kurang baik. Kecenderungan saya yang tidak teliti dan tidak sistematis dalam berpikir membuat sering kali terjadi kesalahan kecil dalam perhitungan saya yang berefek cukup besar dalam hasil akhir yang saya dapatkan. Akhirnya saya menjadi harus bekerja keras dan fokus lebih tajam lagi untuk bisa menguraikan permasalahan matematis.

Semester satu, saya mendapatkan mata kuliah kalkulus I dan kalkulus II saya dapatkan di semester dua. Kemudian di semester tiga ada yang namanya matematika teknik. Sekarang di semester empat pada dasarnya tidak ada mata kuliah yang benar-benar menyentuh bahasa matematis. Namun ada satu mata kuliah yang masih mengimplementasikan sifat-sifat dan kemampuan bahasa matematis untuk dapat memahami mata kuliah tersebut, yaitu mata kuliah sinyal dan sistem. Mata kuliah ini cukup menantang karena setiap pelajaran, papan tulis selalu dihujani dengan sederetan lambang integral dan diferensial, lalu huruf e, j, dan w bertebaran dimana-mana, serta pangkat dan bilangan matematika yang rumit lainnya bermunculan di papan tulis. Karena daya tangkap terhadap sifat dan rumus matematika saya kurang bagus, alhasil saya mengalami kesulitan dalam mengejar pelajaran tersebut di dalam kelas. Di luar kelas saya masih berkesempatan untuk mempelajarinya lebih dalam dan bertanya kepada teman-teman saya. Tapi ketika di kelas, bisa dibayangkan betapa serunya pertarungan antara rumus-rumus di papan tulis dengan kesadaran saya secara jiwa dan raga.