My Journal

Untuk apa kita belajar? Nilai?

“Kualitas seorang manusia jangan dilihat dari nilai di atas kertas, tapi seorang manusia dinilai dari hatinya”
itu merupakan sebuah cuplikan kata-kata yang saya tangkap dari salah satu film terbaik di Indonesia, film yang berasal dari novel yang menginspirasi seseorang untuk berani bermimpi dan berjuang mengejar impiannya. Sebuah tetralogi yang berjudul laskar pelangi. Dari novel itu banyak sekali poin-poin yang ingin disampaikan. Satu hal yang paling menginspirasi saya adalah poin bahwasannya setiap manusia dilahirkan unik. Setiap manusia diberi anugrah berupa bakat dan minat yang berbeda-beda. Diberi kelebihan yang tidak semua orang mempunyainya. Dan di novel tersebut, kita diajarkan untuk menghargai kelebihan dan kekurangan setiap orang. Di novel itu juga disampaikan salah satu sistem pendidikan yang bukan mendidik seorang anak untuk bisa mencapai nilai tinggi, bisa menurunkan rumus-rumus yang rumit, ataupun seorang anak yang hafal seluruh buku paket belajar. Di laskar pelangi, dilemparkan sebuah sistem pendidikan yang membangun mental murid-muridnya, menanamkan budi pekerti, memberi mereka rasa ingin tahu, dan mengembangkan bakat masing-masing anak yang berbeda satu sama lain. Satu hal penting yang saya temukan adalah, anak-anak tersebut belajar dari hati. Belajar karena memiliki impian. Belajar karena ingin mewujudkan mimpinya.

Kita berada di dalam sistem pendidikan tradisional. Sistem di mana siswa “disuapi” materi dan dipaksa “menelannya”. Saya membaca di sebuah koran, ada seorang guru yang muak dengan sistem pendidikan saat ini. Satu kalimat yang cukup melekat di otak saya kurang lebih seperti ini “Ngapain ngasih tau anak cara rasa dari buah jeruk, kasih aja jeruknya biar dia yang merasakannya”. Kita sering didikte tentang ini dan itu yang kita sendiri tidak tahu apa. Guru menulis di papan tulis, lalu membaca textbook, kita diminta mencatat dan mengerjakan latihan. Seperti kita diberitahu ada buah yang berwarna oren, rasanya manis-manis-asam, ada bijinya, dan mengandung vitamin C. Kita suruh mencatanya dan mengerjakan latihan soal yang berbunyi “Apa warna jeruk?” atau “Apa rasa jeruk?” tapi kita tidak pernah memegang bahkan melihat jeruk. Lebih dari itu, kita juga sering ditakut-takuti dengan dengan kegagalan. Diancam untuk terus mendapat nilai sempurna di setiap mata pelajaran. Untuk tidak melakukan kesalahan sama sekali. Sehingga orientasi kita belajar adalah nilai, nilai, dan nilai. Dan kabar buruknya, pola pikir disuapi dan berorientasi nilai itu justru akan menjatuhkan kita.

Ketika kita sudah terbiasa disuapi dan berorientasi nilai, maka kita sudah kehilangan makna belajar yang sesungguhnya. Belajar seharusnya adalah sebuah kebutuhan. Rasa keingintahuan yang didasarkan minat. Sebuah hasrat yang timbul untuk meraih cita-citanya. Cita-cita yang murni dari dalam dirinya. Seperti ketika seorang yang bermimpi untuk menjadi seorang pemain bola, ia akan belajar bagaimananya menendang bola yang baik. Tanpa perlu disuapi, ia akan mencari tahu bagaimana caranya. Ia akan mencari ilmunya di buku, bertanya kepada yang lebih bisa, berlatih tiap hari, demi mencapai impiannya. Ia juga tidak takut gagal karena tidak ada nilai merah jika gagal. Ketika dia gagal menendang bola dengan benar, dia akan terus mencoba dan mencoba lagi tanpa keraguan dan tanpa rasa takut. Dengan semakin banyak dia gagal, semakin banyak dia belajar. Seperti itulah makna belajar yang sesungguhnya. Belajar yang merupakan kemauan dari dalam diri sendiri demi mengejar cita-citanya.

(gambar dari:http://ariel4ever.blog2.plasa.com/2008/04/)

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: