My Journal

Pilih QRIS Atau Contactless Payment Untuk Metode Pembayaran Paling Tepat Di Indonesia

Semenjak pandemi, layanan-layanan cashless dan contactless menjadi solusi vital untuk berbagai interaksi langsung. Saya ingat momen pertama kali travelling setelah pandemi di 2022, negara-negara yang saya kunjungi sudah menerapkan contactless sebagai metode pembayaran standard mereka. Beruntung saya memiliki kartu kredit yang memiliki logo contactless sehingga bisa melakukan pembayaran hanya dengan menempelkan kartu kredit ke EDC tanpa perlu menekan pin di EDC. Semenjak itu, saya langsung ketagihan menggunakan metode pembayaran contactless dengan kartu kredit karena prosesnya yang sangat seamless. Saya pun berharap di Indonesia adopsi contactless seperti Visa Paywave ini terjadi sangat massive, apalagi kalau support Apple Pay berlaku di Indonesia. Saya tidak perlu lagi membawa kartu kredit dan bisa menggunakan Handphone atau Smartwatch untuk melakukan pembayaran.

Tapi harapan saya agak pupus ketika pemerintah lebih fokus mengedepankan sebuah metode yang cukup berbeda dengan negara-negara di Amerika dan Eropa, yakni pembayaran menggunakan QR Code. Metode ini merupakan adopsi metode yang sudah lebih dahulu digunakan di China. Menurut saya metode ini agak merepotkan karena dua hal, yang pertama harus buka handphone, buka aplikasi, masukan pin, baru bisa melakukan pembayaran. Ini dibandingkan dengan Visa Paywave yang tinggal keluarin kartu, tempel, beres. Yang kedua, kadang internet di suatu spot di Indonesia, either di mall, di parkiran bawah tanah, dan tempat-tempat lainnya kurang bagus sehingga proses membuka aplikasi nya memakan waktu cukup lama. Secara personal, saya sangat tidak prefer QR Code, apalagi bagi saya yang hobi mengumpulkan poin di kartu kredit untuk diredeem jadi miles.

Namun kalau melihat dari kacamata yang lebih luas, pemilihan solusi QRIS ini jenius. QRIS merupakan metode yang less practical, tapi lebih tepat guna untuk di Indonesia. Berikut beberapa alasannya. Yang pertama, masyarakat Indonesia majority masih bankless, apalagi punya kartu kredit. Artinya pembayaran menggunakan metode kartu itu gak akan efektif untuk mereka. Sedangkan dengan QRIS, bankless society ini bisa punya “rekening digital” di platform-platform seperti Gopay dan OVO. Menjadi contactless card sebagai opsi pembayaran tentu agak kontradiktif dengan situasi masyarakat di Indonesia. yang kedua, banyak sekali UMKM skala kecil di pinggiran jalan yang tidak mungkin memiliki EDC. Misal abang ketoprak di pinggir jalan, tukang permak keliling, dan warung-warung kecil, sangat tidak feasible untuk mereka membawa-bawa EDC keliling untuk orang bisa tap-in contactless card mereka. Yang lebih make sense apa? Mereka ngeprint QRCode QRIS mereka, udah deh itu aja yang dibawa-bawa, orang bisa bayar. Saya inget banget beli lumpia basah depan kampus saya sudah bisa bayar pakai QRIS. Yang ketiga, bagi kita-kita yang punya bank dan kartu kredit, ini QRIS super jenius sih. Sumber dana untuk melakukan pembayaran bisa dari rekening bank kita, bisa juga dari kartu kredit kita. Ini membuat saya masih bisa tetap mencatat semua pengeluaran secara otomatis di pembukuan tagihan kartu kredit dan mendapatkan poin transaksi di kartu kredit saya.

Memang saya masih sangat-amat-ingin contactless card bisa diadopsi di Indonesia sih, terutama Apple Pay. Karena mostly saya aktivitasnya di kota besar, jadi saya sangat bisa membayangkan kemana-mana, mau bayar, tinggal tempelin Apple Watch saja. Mau naik kereta, mau bayar tol, bayar parkir, bayar makan, belanja bulanan, tinggal tap. Tapi ya saya paham, QRIS ini memang harus digalakan karena efeknya akan lebih terasa langsung ke masyarakat. Apalagi, sekarang QRIS nya Indonesia juga berlaku di Thailand, dan konon akan bisa konek dengan negara-negara ASEAN juga. Nah, sepanjang pengalaman saya bertransaksi sehari-hari, saya melihat QRIS udah makin banyak adopsinya. Ini good sign sih untuk cashless society di Indonesia. Tapi saya gak tahu, apakah kamu pernah mengalami kendala dengan QRIS? Atau prefer contactless payment?

About Adam Ardisasmita (1374 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan komentar