My Journal

[GameLog] Konsep

Pengembangan Karakter Pippo untuk game Roly Poly Penguin

Pengembangan Karakter Pippo untuk game Roly Poly Penguin

Melanjutkan seri [GameLog] dengan postingan kedua berjudul Konsep. Konsep ini adalah hal yang sangat penting. Ada pepatah yang mengatakan “Fail to plan, plan to fail,” yang artinya ketika gagal merencanakan itu sama dengan merencanakan kegagalan. Kami menghabiskan waktu cukup banyak, hampir 2 bulan, sampai konsep kami benar-benar matang. Ada sekitar 2 kali perombakan konsep besar-besaran dan banyak sekali iterasi penyempurnaan konsep ketika kami merancang game Roly Poly Penguin ini.

Untuk memulai, saya akan mengambil kalimat yang sangat umum bahwa anak ITB itu cenderung asyik dengan dunianya sendiri dan kurang bisa mendengarkan orang lain. Itulah yang kami alami ketika awal-awal mengembangkan game. Kami membuat konsep game yang menurut kami bagus dan seru. Kalau ada saran, ya kami anggap aja angin lalu karena menurut kami game ini udah bagus kok. Pola pikir ini yang kami berantas habis dan kami benar-benar menggunakan lead development untuk memvalidasi dan menguji konsep game kami. Untuk membuat konsep yang bener-bener sesuai dengan market, kami membentuk tim kecil di luar Arsanesia, berjumlah sekitar kurang lebih 20 orang, untuk kami minta masukan terhadap beberapa konsep yang ingin kami kembangkan. Kami juga meminta bantuan kepada seorang mentor untuk memberikan arahan dan masukan terkait konsep game kami ini, dalam hal ini kami meminta bantuan kepada Narenda Wicaksono (Mungkin banyak game dev yang udah kenal dengan developer manager dari Nokia yang satu ini hehehe). Saya ingin sharing bagaimana proses learning dan thinking yang kami lakukan di pengembangan game Roly Poly Penguin.

Rancangan game konsep 2D platformer

Rancangan game konsep 2D platformer

Konsep pertama kami ingin membuat game 2D platformer. Alasannya kami ingin mempopulerkan karakter dan story sehingga kami rasa gameplay tidak penting. Tahapan ini kami fokus mengembangkan cerita dan karakter. Menurut saya ceritanya menarik, bahkan kami sudah dibantu oleh mahasiswa dari Surabaya untuk pengembangan karakter dan storynya. Sudah ada beberapa chapter story yang dibuat dalam bahasa novel yang menarik. Prototype game ini juga sudah disiapkan untuk dijajal. Tapi ketika kami mencoba melemparnya ke pasar, ternyata responnya kurang baik. Ada pertanyaan menarik, “pasar mana yang ingin dikejar?” Apakah konsep ini sesuai dengan pasar yang ingin kami kejar? Nah masalahnya, kami tidak mantap dalam mendefine pasar mana yang ingin kami kejar sehingga konsepnya jadi sangat melebar dan tidak fokus. Pantas kami kesulitan untuk mengembangkan konsep ini lebih lanjut. Padahal menurut saya pribadi, konsep game, visual game, dan elemen-elemen di dalamnya sudah cukup matang dan baik. Tapi prinsipnya, user lah yang harus kita dengarkan suaranya. Akhirnya, kami pun coba untuk mencari pasar yang ingin kami tuju.

Iterasi konsep ke 2, mengusung tema thief dan gameplay yang lebih dalam

Iterasi konsep ke 2, mengusung tema thief dan gameplay yang lebih dalam

Dari hasil riset kami mempelajari top 10 game di market, kami melihat game-game dengan core engine seperti Clash of clans sedang mendulang banyak users. Kami mendalami lebih dalam lagi mekanik dan desain dari game yang berada di top grossing. Kami pun memutuskan, ingin membuat game dengan segmentasi hardocre gamer seperti game-game yang ada di top grossing. Kami coba develop karakternya terlebih dahulu (karena di konsep pertama, karakter kami dirasa kurang menarik). Responnya lumayan, tidak begitu baik juga. Tapi kami awalnya berniat untuk meneruskan saja sampai saya lemparkan ide ini ke mentor kami. Membuat game dengan segmen market tersebut bukanlah kapabilitas game dev dengan jumlah orang yang minim dan pengalaman yang masih sedikit. Game seperti itu membutuhkan nafas panjang, modal besar, pengalaman, riset, dan yang paling berat adalah cost maintenance yang besar. Sanggupkah kami melakukan hal itu? Kalaupun merasa sanggup, maukah melewati proses yang sangat berat itu? Kenapa tidak mencoba dari hal yang kecil dulu, pastikan bisa berhasil di situ, baru nanti berangkat ke fase yang lebih besar. Pembuat CoC juga tidak membuat itu sebagai game pertama, tapi sudah berpengalaman mengerjakan banyak sekali game berkualitas sehingga mampu membuat game itu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat game yang scopenya jauh lebih kecil, lebih simpel, dengan genre kasual, dan mengedepankan karakter.

Proses pembuatan game ini pun mengalami banyak sekali proses iterasi. Konsep karakternya kami dalami dengan sangat serius, kami tek-tokan berkali-kali dengan tim testing dan juga dengan mentor untuk menerima feedback dari rancangan karakter yang ingin kami buat. Setelah kami kembangkan karakter, kami mulai untuk mencari gameplay apa yang bisa memaksimalkan karakter utama ini agar bisa dilihat oleh user. Konsep awal kami yg 2D platformer membuat si Pippo ini hanya terlihat tampak samping, padahal Pippo terlihat paling lucu kalau dari depan. Kami mulai melakukan riset gameplay. Gameplay yang kami cari pun gameplay yang simpel sekali mainnya, yang semua orang bisa memainkannya, dan mengencourage karakter utama. Kami akhirnya memutuskan untuk memberi makan Pippo aja, biar semakin gendut dan lucu. Kemudian kami melihat adanya tren untuk game matching color yang bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Kami mencari game yang bisa dimainkan hanya kurun waktu 3-5 menit satu session, lalu pemain bisa kembali meneruskan kegiatan mereka. Kami sudah mendefine, ini adalah game casual, yang orang mainkan kalau sedang ada waktu senggan seperti sedang menunggu, mengantri, atau ingin melepas penat sejenak. Dari situ, kami memutuskan untuk mengadopsi dan mengutak-atik gameplay dari game populer di masyarakat yang berjudul Line Pokopang. Kami memang tidak tertarik untuk membuat gameplay baru karena memang fokus kami di karakter, bukan di inovasi gameplay. Tapi kami juga tidak ingin hanya menjiplak, harus ada value lebih di game kami yang membedakan dengan game lain. Dari segi gameplay dan fitur, kami melakukan sedikit perubahan dan penambahan agar tujuan game kami tetap di karakternya (seperti fitur baju untuk pippo). Selesai membuat konsep gameplaynya, kami mulai buat prototipenya, dan itu juga tek-tokan dengan sangat intens. Alhasil, kami mendapatkan sebuah game yang pas antara konsep dengan market. Baru setelah itu kami mulai mendevelop lebih lanjut game tersebut.

Iterasi pengembangan konsep karakter pippo

Iterasi pengembangan konsep karakter pippo

Pelajaran berharganya, hal yang paling penting ketika merencanakan game apa yang ingin dibuat, harus dipastikan terlebih dahulu siapa target market game tersebut. Apa kelebihan dan kekurangan kita sebagai developer, sehingga kita bisa menyesuaikan kondisi kita dengan game yang ingin dikembangkan. Dan yang paling penting, suara paling benar adalah user kita. Game yang menurut kita bagus belum tentu menurut user kita bagus, fitur yang menurut kita juara bisa jadi mengganggu bagi user, karakter yang menurut kita lucu bisa jadi malah tidak ada yang suka. Untuk itu, proses lean development sangatlah penting dalam memvalidasi konsep ide game kita dengan market. Kalau kita punya uang banyak yang bisa menyelesaikan satu iterasi penuh untuk memvalidasi ide, tentu enak sekali. Tapi kalau resource kita terbatas, kita harus melakukan validasi dalam bentuk modul yang kecil-kecil dan memastikan semuanya sesuai dengan keinginan user kita tapi tetap memberikan experience yang terbaik.

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: