Apakah Microtransaction di Dalam Game Itu Buruk?
Awal bulan ini, di dunia maya, forum-forum game developer indie banyak yang memberikan pandangan terhadap keberadaan microtransaction di dalam game. Microtransaction ini maksudnya adalah pembelian di dalam aplikasi/game seperti inApps Purchase, subscription, unlock level, dan lain-lain. Kubu di game dev indie seakan terbelah dua, ada yang menganggap microtransaction buruk ada yang tidak. Sebenernya, apa alasan dianggap buruknya microtransaction?
Mereka yang berada di sisi kontra menilai game-game sekarang sudah terlalu komersil dan tidak seindah game yang dahulu. Mereka berpendapat, dulu, mereka mengeluarkan uang (misal) 10 dolar dan bisa menikmati game tersebut selama berjam-jam. Sekarang, mereka ditawari membeli game seharga 2 dolar, tapi untuk beli item baru harus bayar lagi 2 dolar, untuk unlock level harus bayar lagi 2 dolar, jika mati, untuk melanjutkan permainan harus bayar lagi 2 dolar, untuk bisa dapat kostum yang keren harus bayar lagi 2 dolar, dan seterusnya. Mereka merasa game saat ini sudah tidak senyaman game dimasa lalu dan menganggap microtransaction sebagai hal yang buruk dan harus dilawan. Fenomena microtransaction ini membuat mereka yang bisa menikmati game secara maksimal hanyalah mereka yang punya uang banyak untuk dihabiskan setiap hari.
Kalau saya pribadi menanggapi hal ini adalah terjadinya pergeseran pasar. Mereka yang menghabiskan puluhan dolar untuk membeli sebuah games untuk dinikmati di hari Sabtu dan Minggu bagi saya adalah seorang gamer. Sekarang muncul gelombang baru di era mobile, yakni casual gamer, mereka yang tidak hobi main game, tapi tetap memainkan game yang ringan untuk menghabiskan waktu ketika menunggu di kereta, menunggu pesanan makanan mereka, lagi iseng ada waktu kosong, dan lain sebagainya. Berbeda dengan gamer, para casual game ini sebetulnya tidak memiliki budget untuk membeli game. Untuk gamer, ketika melihat ada trailer game yang keren, dengan grafik yang oke, kita sudah mengira-ngira bahwa kita harus nabung untuk bisa membeli game tersebut ketika sudah rilis. Untuk casual gamer, mereka tidak terpikirkan sama sekali untuk menghabiskan uangnya sedemikian banyak untuk sebuah game. Oleh karena itu, keberadaan game berbayar tidak relevan bagi mereka. Bahkan ada penelitian yang pernah saya baca, dari jumlah download di app store, hanya 10% dari jumlah game yang didownload yang merupakan game berbayar. Artinya, para pengguna smartphone ini gak mau beli game yang berbayar, mereka hanya mau main game yang gratis.
Analisis saya yang kedua, masih terkait dengan bedanya behaviour hardcore gamer dan casual gamer. Kalau tadi saya ceritakan bahwa hardcore gamer bersedia membayar mahal untuk memainkan game di sabtu minggunya, casual gamer tidak begitu. Mereka paling hanya butuh waktu main sekitar 10-15 menit sekali main. Mereka adalah orang-orang yang main game, tapi tidak punya waktu untuk bermain game dan tidak punya waktu untuk menikmati seluruh konten yang ada di dalam game. Sehingga model Free to play (F2P) adalah model yang paling efektif untuk memberikan mereka kebebasan sedalam apa konten yang ingin mereka akses, sesuka apa mereka dengan game ini hingga pada akhirnya mereka mau mengeluarkan uang, dan lain sebagainya.
Lalu yang ketiga, apakah microtransaction baik atau buruk, jawabannya adalah itu merupakan pertanyaan yang salah. Itu sama saja dengan pertanyaan apakah pisau itu baik atau buruk. Semua tergantung dari bagaimana seorang game developer meletakan microtransaction dengan fair atau tidak. Ada memang game-game yang saat ini kalau menurut saya cukup jahat. Dia sudah paid apps, pasang iklan, ada microtransaction-nya juga. Itu menurut saya adalah contoh game yang tidak fair. Tak hanya itu, lebih lagi jika ditambah konten premium dari game tersebut merupakan konten inti dari game yang sangat penting dimana tanpa konten itu, sulit untuk bisa menikmati game tersebut. Jika microtransaction digunakan untuk mengabuse dan mengeruk keuntungan dengan model “menjebak” player seperti itu, tentu microtransaction adalah hal yang buruk. Tapi pada kenyataannya, banyak juga game-game yang keren dan menempatkan microtransaction di titik-titik yang wajar dan sesuai dengan porsinya.
Kesimpulan saya, apakah microstansaction jahat atau baik, itu tergantung kepada developernya. Target pasar mana yang ia tuju dan konten apa yang ia jadikan gratis dan premium. Jika target pasarnya sesuai dan penggunaan microtransaction-nya fair, menurut saya microtransaction bukan hal yang buruk. Tapi sebaliknya, jika penggunaan microtransaction sangat brutal dan tidak balance, maka microtransaction menjadi hal yang buruk.
Saya menemukan sebuah video menarik yang membahas tentang microtransaction di youtube, yang salah satu narasumbernya adalah Toge Production, developer infectonator dari Indonesia. Mungkin bisa menambah wawasan tentang apa itu microtransaction yang baik dan apa itu microtransaction yang buruk. Konon game yang memiliki microtransaction yang buruk itu contohnya adalah dungeon keeper dan forza 5. Saya sendiri belum mencobanya dan sedang download untuk mempelajari microtransaction seperti apa yang tidak fair.
Tinggalkan Balasan