Senang Melihat Seseorang Bekerja Karena Passion

photo from : http://4.bp.blogspot.com/
Belakangan saya melihat acara di televisi luar negeri yang cukup menarik berkaitan dengan pekerjaannya. Ada yang menceritakan kisah kakak-adik yang senang membuat cupcakes, ada film yang menunjukan bagaimana seseorang berjuang untuk menjadi penari, cerita tentang seorang perawat anjing, dan banyak sekali cerita beragam yang menunjukan pekerjaan berdasarkan minatnya. Di negara-negara maju, seseorang bisa menjadi apa yang ia inginkan lebih mudah daripada di Indonesia.
Pertama, stereotype di Indonesia adalah kamu masuk SD, lalu SMP, lalu SMA, lalu Kuliah, lalu lulus jadi Dokter atau Insinyur atau Pejabat, maka itu yang disebut dengan berhasil. Kata sukses sudah lekat sekali dengan jalur di atas. Kalau tidak melewati jalur tersebut, maka seseorang disebut gagal, orang tua tidak bangga, dan lain sebagainya. Berbeda dengan di negara maju. Mereka sukses jika mereka menggeluti profesi sesuai dengan yang ia inginkan, sesuai dengan minatnya, dan ia senang menekuni pekerjaan tersebut.
Prestisius sudah menjadi semacam strata tersendiri di Indonesia. Sehingga pekerjaan yang tidak prestisius sama saja dengan kita menjadi golongan “bawah” dalam strata sosial. Hal ini mungkin juga imbas dari kurang dihargainya tenaga kerja untuk bidang-bidang profesi tertentu. Akibatnya, munculah label yang menunjukan kalau dia gajinya sedikit, dia tidak bisa beli barang mewah. Karena manusia di Indonesia sendiri kurang “dihargai”, sedangkan “harga” di Indonesia sangat menentukan dalam interaksi sosial masyarakat, akhirnya banyak orang yang terpaksa melepas mimpinya demi mendapatkan “penghargaan” tersebut.
Saya rasa ini merupakan polemik yang cukup panjang dan berkaitan dengan idealisme serta keteguhan hati seseorang. Bagi mereka yang mampu mempertahankan idealismenya dan berjuang di jalannya. Mereka tidak akan berhenti menjalani hidup seperti yang mereka inginkan, baik itu melalui masa susah atau mudah. Namun bagi mereka yang tidak kuat (dan sebagian dari kita seperti itu), lebih baik menyerahkan mimpi kita untuk mendapatkan “penghargaan”. Atau solusi lainnya adalah pindah ke tempat dimana mimpi kita dihargai seperti saudara-saudara kita yang saat ini tengah menikmati hidup dan pekerjaannya di luar sana. Jadi, kembali ke diri kita masing-masing. Akan seperti apakah kita memperlakukan hidup dan mimpi kita?
Hmm… menurut saya karena beda juga tingkat kemajuan negaranya. Manusia kan punya kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan. Kalau negaranya makmur, kebutuhan dasar (bahkan sekunder) itu terpenuhi dan terjamin sehingga orang bisa melakukan apa-apa yang disukainya tanpa terlalu memikirkan uang untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kalau di Indonesia, uang untuk memenuhi kebutuhan dasar pun sulit, jadinya banyak orang mengorbankan “passion” mereka demi memenuhi kebutuhan dasar itu. Just My Opinion..
SukaSuka
Iya betul kak, kondisi di Indonesia memang masih belum ideal sekarang. Sayang yah kalau akhirnya passion harus dikorbankan gitu. Tapi ya mau gimana lagi, namanya juga realita.
SukaSuka
mau tanya kak, kira2 ada referensi ga mengenai seseorang yang memang benar2 telah berhasil berdasarkan passionnya dalam karir, dan bersedia menjadi pembicara tamu pada acara seminar di Fak. Psi UI? terimakasih kak.. jika ada minta tolong di informasikan ke imel saya.. Kami ingin membagikan ide ini ke masyarakat juga ^^
lunardi.ramli@yahoo.co.id
Lunardi Ramli
Fak. Psikologi UI.
terimakasih sebelumnya
SukaSuka