My Journal

Mata penuh mimpi

Pernahkah kita menanyakan adik kita yang masih kecil, atau sepupu kita yang masih TK, atau anak-anak seumuran tentang cita-cita mereka?

“Dik, ketika kamu besar nanti, kamu ingin jadi apa?”

Berbagai profesi dan cita-cita akan kita dengar dari mulut kecil para pemimpi ini. Ada yang ingin jadi presiden, ingin bisa menerbangkan pesawat terbang, ingin membuat robot, ingin menjadi guru, ingin menjadi pengusaha kaya, ingin menjadi pemain sepak bola, dan lain-lain. Ketika kita masih kecil, apa jawaban kita? Lalu bagaimana dengan saat ini? masihkah kita memiliki cita-cita? Pepatah mengatakan, manusia dikatakan meninggal ketika dia sudah tidak punya impian dalam jiwanya. Masihkah kita hidup untuk mengejar impian dan cita-cita kita? Contoh mudahnya, tanyakan kepada teman kita yang sekarang sedang kuliah, apa cita-cita nya? Masihkah dia belajar demi mengejar apa yang benar-benar dia inginkan semenjak kecil, ataukah impian itu sudah lama terkubur dan dia hanya menjalani hari-harinya tanpa tau tujuan hidupnya. Seperti air yang mengalir atau ke mana angin berhembus.

Saya merasakan itu ketika saya masih di bangku SMA. Saya mendapkatkan pertanyaan dari diri saya sendiri. Untuk apa saya belajar di SMA? Apa yang saya inginkan setelah saya lulus SMA? Mengapa saya harus melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi? Apa yang saya ingin pelajari dan mengapa saya harus mempelajari itu? Menemukan jawaban dari pertanyaan itu bukanlah hal yang mudah buat saya. Bisa saja saya melupakan pertanyaan itu dan menjalani saja kehidupan seperti anak-anak seusia saya pada umumnya. Yaitu lulus SMA, ikut test ke perguruan tinggi terbaik bangsa yang memiliki grade terbaik, belajar mati-matian demi lolos ujian universitas, kuliah dengan rajin agar dapat ip yg bagus diselingin aktif di kegiatan organisasi, lalu lulus mendapat ijazah. Mencari kerja, mencari pasangan hidup, memiliki anak, dst. Seperti itu kan pola pada umumnya? Tapi saya teringat kembali cita-cita saya semasih kecil. Saya terbayang-bayang lagi impian yang ingin saya wujudkan dari kecil. Dapatkah pola seperti ini mengantarkan saya kepada mimpi-mimpi saya? Untuk menjawab itu, kita bisa lihat orang-orang yang telah melalui pola ini sebelum kita. Apakah mereka telah mendapatkan apa yang mereka impikan dengan cara itu? Apakah dengan sekedar mengikuti pola pada umumnya maka setiap orang bisa mencapai cita-citanya? Nyatanya banyak mereka yang telah melalui pola ini tapi tidak mendapatkan kehidupan yang mereka cita-citakan. Banyak yang akhirnya menyerah dan meninggalkan impiannya. Ini merupakan detik-detik yang menentukan di akhir masa SMA saya. Karena saya memutuskan untuk tidak kehilangan mata yang penuh dengan mimpi itu. Mata yang memiliki antusias dan semangat mengejar apa yang ia inginkan. Mata yang jujur dan tenang. Seperti mata bayi kecil yang tidak pernah takut akan kegagalan.

Satu contoh menarik mengenai kegagalan. Setiap kita pasti pernah mengalami kegagalan. Ambil contoh ketika saya SMA dan menjalani Test Harian, Try Out Ujian nasional, Ujian saringan masuk universitas, dan lain-lain. Perbedaan yang ditunjukan oleh dua sorot mata yang berbeda. Mata yang memilki impian dan mata yang kosong. teman saya si A, dia gagal meraih hasil yang maksimal. Ia ingin masuk sebuah perguruan tinggi negeri namun gagal di gelombang pertama. Tapi ia tidak memiliki alasan (cita-cita) yang membuat dia harus berusaha lebih keras. Ia mengalami yang namanya trauma. Dan ia memutuskan untuk berhenti. Untuk menyerah mengejar cita-citanya. Sorot di matanya telah padam. Pernahkah kita melihat anak bayi memadamkan sorot matanya? menghilangkan semangatnya? trauma? Ketika kita masih kecil, kita belajar berjalan. Apakah di usaha pertama kita berjalan kita langsung bisa berlari? kita jatuh. Lalu kita mencoba lagi untuk bangun, lalu jatuh lagi. Bangun. Jatuh. Bangun. Jatuh. Bangun, jalan tiga langkah. Jatuh. Pernahkah sorot mata kita padam dan kita berkata kepada orang tua kita, “ma, pa, aku tidak bisa jalan. Aku sudah mencoba berkali-kali, tapi aku selalu jatuh. Maafkan aku ma, pa. Aku trauma”…..

Mata itu yang harus selalu kitaΒ  jaga. kita tidak boleh kehilangan semangat, tidak boleh takut oleh kegagalan, tidak boleh kehilangan impian-impian kita. Mata yang menatap sesuatu dengan positif, optimis, dan antusias. Mata yang akan menghantarkan kita menuju cita-cita yang benar-benar kita harapkan.

[Berdasarkan pengalaman kelas 3 SMA menjelang ujian saringan mandiri ke perguruan tinggi]

About Adam Ardisasmita (1309 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: