Sejarah Membantu Di Asosiasi Game Indonesia
Berhubung ini tahun kepengurusan terakhir saya di Asosiasi Game Indonesia dan tahun depan sudah akan ada munas lagi, saya ingin sedikit kilas balik pengalaman memberikan sumbangsih kepada industri game di Indonesia melalui Asosiasi Game Indonesia (AGI). Saya pertama kali denger ada AGI itu tahun 2013. Arsanesia mendapatkan email untuk bergabung menjadi anggota AGI, ikut musyarawah nasional untk mendeklarasikan asosiasi yang akan menyatukan suara para pelaku di industri game. Waktu itu, ketua AGI nya adalah Ko Andi dari Lyto. Di era ini, karena industri game masih sangat baru sekali, AGI ini mengcover banyak entitas. Ada developer game, publisher game, media game, payment gateway, dan lain sebagainya. Era Ko Andi saya gak banyak terlibat di program-program AGI maupun di kepengurusannya. Tapi yang jelas yang dilakukan oleh rekan-rekan yang mendirikan AGI waktu itu telah meletakan sebuah batu loncatan yang sangat krusial untuk industri game ke depannya.
Lalu 3 tahun berlalu, diadakanlah Munas lagi untuk pemilihan ketua yang baru. Waktu itu calonnya ada dua, Ko Andi (dipaksa nyalon lagi) dan ada Naren dari Dicoding. Naren punya rekam jejak dari tahun 2010 telah membantu banyak game developer di Indonesia ketika dia di Nokia. Setelah itu pun masih terus support industri game melalui platform Dicoding. Akhirnya dari hasil voting, terpilihnya Naren. Di erah 2016 ini lah pertama kalinya saya terlibat penuh di AGI. Awalnya saya diminta masuk sebagai Bendahara AGI, yang selanjutnya punya role ke ketua harian.
Di era 2016 ini, approach nya Naren adalah mengumpulkan banyak perwakilan studio game untuk membantu jadi pengurus. Dulu tuh ada bebera deputi dan wakil deputi yang diwakili oleh banyak pelaku industri game. Beberapa perubahan mendasar yang terjadi di era Naren adalah mengubah bentuk legal yang tadinya PT jadi Perkumpulan, lalu mengerucutkan scope AGI yang awalnya seluruh elemen di industri game menjadi hanya untuk game developer dan publisher.
Satu hal yang menarik adalah karena semua pengurusnya adalah para founder di studio game masing-masing, agak sulit untuk bisa menjalankan asosiasi. Di awal, para pengurus ini patungan untuk bisa hire program manager. Di situlah kita punya full time program manager untuk pertama kalinya yakni Jan. Setelah ada program manager, keliatan asosiasi ini jadi bisa bergerak. Harus ada memang orang yang dedicated menjalankan operasional agar bisa ngebantu teman-teman di industri. Dari sinilah kita mulai mencari source of income dari asosiasi, diawali dengan membership. Jadi setiap studio game yang ingin menjadi member AGI ada biaya keanggotaannya yang dipakai untuk menggaji program manager agar ada orang yang bisa selalu standby membantu kebutuhan industri game. Di era ini juga kebetulan sedang gencar-gencarnya ada lembaga baru yang bernama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang sangat ingin ngebantu industri game. Dulu jamannya Pak Triawan Munaf, ada orang-orang kayak Pak Hari Sungkari, Pak Neil, Pak Joshua, Pak Boni, Bu Yuana, dan banyak tim di Bekraf lainnya yang butuh tektokan intensif dengan AGI untuk menghasilkan program-program yang bisa ngebantu industri game dengan tepat. Lahirlah Bekraf GamePrime, acara game exhibition terbesar di Indonesia yang sayangnya sekarang sudah tiada semenjak covid. Lahirlah Arhcipelageek, program yang membukakan pintu bagi developer Indonesia kepada market global dengan mengirimkan delegasi untuk bisnis matchmakin di acara seperti Gamescom, Tokyo Game Show, Game Connection America, dll. Lahirlah Bantuan Insentif Pemerintah, sebuah program grant yang saya nanti-nantikan untuk jadi stimulus bagi developer baru. Ada Ruang Aksi Game Indonesia yang menyediakan coworking space bagi game developer. Dan banyak lainnya. Walaupun dikala itu sudah ada program manager, tapi saya dan waktu itu Cipto, paling banyak hands on ngurusin program-program tersebut.
Lalu di tahun 2019, AGI kembali harus melakukan Munas. Cuma yang menarik, di periode ini, kepengurusannya diperpanjang jadi 5 tahun. Bukan lagi 3 tahun. Tujuannya untuk mengikuti periode pemilu. Terus pas Munas, calonnya juga ada dua. Waktu itu ada Cipto (yang saya inget pas Munas itu dia paksain dateng padahal lagi tipes) dan satu lagi dari Skygrid. Cipto waktu itu terpilih. Melihat di 2016-2019 yang pada akhirnya banyak bekerja adalah program manager dan sulit bagi volunteer studio game bisa hands on, strateginya adalah memperbanyak program manager. Jadi walaupun AGI adalah non-profit organization, AGI harus punya cashflow agar bisa lebih banyak program yang tercipta untuk ngebantu game developer di Indonesia. Waktu itu Jan resign, lalu kita kedatangan banyak program manager baru sepanjang kepengurusan. Ada Febri, lalu masuk Ardhan, kemudian Ibnu, Arya. Kemudian Arya keluar, kita ngeliat beban kerja AGI makin banyak, sekarang masuk Dina dan Brian. Setiap weekly sprint di hari Senin malam, ada 20 hingga 30 program paralel yang diurus oleh para program manager ini.
Di 2019 ini juga adalah hari lahirnya Indonesia Game Developer eXchange (IGDX). Dulu IGDX ini dirintis oleh para CEO dari berbagai studio game. Agak nekat bikin event game developer conference, workshop, dan pameran secara spontan gini sih. Tapi untungnya dari IGDX itu, kita dipertemukan dengan Kominfo. Ada Pak Luat yang bisa ngesupport IGDX sehingga IGDX bisa running dan tumbuh menjadi event bergengsi di level SEA. Tulisan tentang IGDX ini kapan-kapan saya buat yah ceritanya. Balik lagi ke AGI di era Cipto, menurut saya di sini AGI sudah bukan lagi dalam posisi kesana-sini mengedukasi industri game ini kayak apa ke pemerintah, tapi sudah menjadi koordinator bagi lintas kementerian untuk bisa memetakan apa yang dibutuhkan oleh industri game di Indonesia.
Buat saya sendiri, 3 tahun + 5 tahun mengabdi di AGI ini sudah cukup sih. Jujur walaupun capek dan kadang harus jugle dengan kerjaan di Arsanesia, saya sendiri menikmati pekerjaan ini. Walaupun selama 8 tahun ini kerja secara pro bono, saya bersyukur bisa banyak mendapat pelajaran dan juga jejaring dari berbagai sisi di industri game. Dan tiga periode AGI ini, dari era Ko Andi, Naren, dan Cipto, rasanya AGI sekarang sudah semakin matang, punya modal yang kuat, dan siapapun yang akan meneruskan roda kepemimpinan AGI akan bisa lebih jauh lagi mengembangkan ekosistem game di Indonesia. Nah, jadi dengan tulisan ini, saya juga ingin mentrigger temen-temen yang ngebaca post ini, dan punya keinginan untuk juga berkontribusi di AGI, untuk siap-siap. Entah ingin jadi program manager, mau nyalon jadi presiden AGI, atau mau volunteer di AGI, saya dengan senang hati bersedia untuk diajak berdiskusi. Gimana? Tertarik 🙂







Tinggalkan komentar