Sejarah IGDX, Dari Kampus Hingga Event Berskala Global
Akhirnya secara resmi diumumkan oleh IGDX bahwa tahun ini akan ada partisipasi Steam dan Google di acara IGDX 2023 pada tanggal 11-13 Oktober 2023 nanti. Sebelum ngebahas mereka bakal ngapain dan akan ada hal apalagi yang beda di IGDX 2023, saya ingin sedikit napak tilas dulu perjalanan IGDX dari tahun 2019 hingga tahun 2023.
Di tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019, industri game Indonesia punya sebuah acara yang merupakan pestanya game lokal, yakni Bekraf Game Prime, sebuah acara yang organize oleh Asosiasi Game Indonesia, Duniaku, dan dengan dukungan penuh dari Badan Ekonomi Kreatif. Dengan fokus utama ke konsumer, Bekraf Game Prime sukses menjadi corong untuk mengenalkan industri game indonesia ke masyarakat luas. Walaupun sangat disayangkan event ini tidak bisa berlanjut karena pandemi, tapi Bekraf Game Prime membuktikan kalau indonesia punya industri game. Ini pun saya masih sangat berharap dan berusaha agar event seperti Bekraf Game Prime bisa ada lagi yah.
Ada satu hal yang saya amati dengan empat tahun berturut-turut menyelenggarakan Bekraf Game Prime, yakni studio yang bisa bertahan tahun ini bukan booth dan tahun depan ikut lagi itu sangat sedikit sekali. Semakin kesini, semakin susah mencari 50 studio game yang “layak” untuk ditampilkan ke acara Bekraf Game Prime. Di sini saya menyadari bahwa perlu ada support system lain untuk mendukung agar studio game yang baru ini bisa bertahan dan studio yang sudah establish bisa terus scale up. Saya coba ngontak-ngontak secara personal ke berbagai studio game terkait dengan evaluasi Bekraf Game Prime dan kira-kira selain expo, butuh apalagi agar studionya bisa maju.
Sebuah kontempelasi intens yang saya ingat adalah di bulan Maret 2019 ketika delegasi Indonesia sedang disupport oleh Parekraf ke Game Developer Conference dan Game Connection America. Ini pertama kalinya saya menginjakan kaki di GDC dan sangat amaze dengan vibe nya. Orang dari berbagai penjuru dunia ke San Francisco baik itu untuk upskilling di GDC, mau cari deal bisnis dengan publisher, maupun memperluas jejaring mereka. Wah, kayaknya ini nih acara yang kita di Indonesia belum ada. Acara yang fokus agar pelaku industrinya bisa berkembang baik dari sisi talenta maupun bisnis.
Prinsip saya adalah start small dan act fast. Jadi yang saya lakukan sepulang ke Indonesia adalah merancang konsep kegiatan yang bisa membawa nyawa nya GDC ke Indonesia. Buat saya ini bukan hal yang ribet karena dari SMA udah pengalaman jadi EO bikin berbagai acara. Kunci paling penting dari ketika kita punya ide adalah punya tim yang bisa membantu mewujudkan ide tersebut. Gak akan bisa kalau sendiri. Harus kolaborasi. Di situlah saya mulai melakukan proses wololo untuk mencari teman yang mau diajak susah bareng.
Orang pertama yang saya minta ketemuan adalah Bu Riris dan Dodick dari GameChanger. Saya tahu mereka berdua dulu sangat hapal ketika ngurus Game Developer Gathering karena pernah jadi host. Konsep acara yang ada di kepala saya punya banyak kemiripan dengan GDG, jadi tentu duo inilah yang paling pas buat mengawal jalannya acara jadi Head of Event. Lalu orang kedua yang saya rekruit adalah Jo dari Toge Production dan Boy dari Joyseed. Jo ini karena dulu GDG yang ngurus Toge dan Jo paling tahu seluk beluk keuangan dan administrasi. Kris juga kita minta untuk jadi advisory board IGDX. Lalu Boy adalah salah satu akvitis di Game Dev Jakarta dan di Joyseed itu sukses banget bikin company branding yang menawan. Akhirnya dapatlah tim inti dimana Jo fokus di internal, Bu Riris dan Dodick di acara, dan Boy di external. Setelah dapat tim inti, saya izin ke presiden AGI waktu itu, Naren, untuk bikin acara ini atas nama AGI. Setelah semua sudah siap, barulah mulai merekruit lebih banyak tim lagi.




Di tim inti ada Naren selaku ketua AGI yang jadi advisor bersama Kris, lalu saya jadi head of IGDX, lalu ada Jan yang merupakan program manager AGI saat itu yang jadi sekretaris, dan Jo yang mengurus finance. Di departement event ada Head of event duo Dodick dan Bu Riris, di bawahnya ada Anggie yg ngurus konsumsi, adan Ranny yang ngurus pendaftaran, Damas yang ngurus Lokasi dan dekorasi, ada Aldo yang ngurus mata acara showcase, ada Depe yang ngurus mata acara Superclass, ada Ube yang ngurus mata acara Conference, dan ada Andika yang ngurus per-LO-an. Di belakang layar, turut hadir juga Monic dari Duniaku yang emang udah hapal dunia per-EO-an. Lalu di departement external ada Head of External, Boy. Kemudian ada Eka yang jadi creative design bareng Samid, ada Shafiq yang ngurus sponsor, ada Nando yang ngurus web, dan ada Araji yang ngurus dokumentasi. Gila loh, ini tim isinya CEO-CEO perusahaan yang bergerak karena ada goal bersama untuk bisa upgrade the ceiling dari industri game di Indonesia.



Sebelum IGDX punya nama, code name nya adalah Beruang. Dari awal, kita pengen IGDX ini jadi event yang sustain. Melihat Bekraf Game Prime yang harus hilang dan tergantung sama budget pemerintah, kita pengen IGDX ini sudah bisa self sustain. Makanya acara ini dari awal kita buka tiket berbayar dan mencari sponsor. Harus menghasilkan uang, agar IGDX bisa jalan terus tiap tahunnya. Nah ngomong-ngomong sponsor, ada sebuah kejadian yang menurut saya takdir yang membuahkan kesempatan emas bagi IGDX. Memang tiket IGDX sold out cepat sekali. Semua kelas SupeClass sold out, apalagi kelas Game Design yang sold out dalam hitungan hari. Kelas Conference pun akhirnya juga sold out. Tapi kita tetap masih butuh pemasukan dari sponsor untuk mengcover banyak hal, terutama untuk bisa mendatangkan speaker dari luar negeri. Karena kita pengen IGDX ini jadi event global, makanya speaker luar negeri ini jadi inceran kita. Dan di saat perjuangan mencari sponsor, akhirnya bertemulah dengan Pak Luat dari Kominfo.



Sebenernya saya sudah kenal Pak Luat dari lama dan tahu kominfo sudah support event game dari era GDG. Di Game Prime pun Kominfo juga pernah jadi sponsor. Tapi memang di masa saya menjabat di AGI, rasanya belum pernah ada kerja sama yang intensif dengan Kominfo. Baru di 2019 ini saya iseng japri Pak Luat dan disambut positif. Di situ saya diminta pitching tentang IGDX, dan sambutannya positif. Walaupun hitungannya cukup mepet, tapi Kominfo luar biasa banget effortnya ngesupport untuk datengin speaker dari luar, bikin acara networking dinner (yang menurut saya itu networking dinner terbaik IGDX sepanjang masa), dan banyak titik-titik di proposal yang masih bolong yang bisa dicover oleh Kominfo.




Acara IGDX 2019 pun berjalan dengan super lancar! Acara satu hari, padat, penuh ilmu, dan memberikan kesan yang luar biasa positif. Ini bener-bener gak bisa dicuapin dengan kata-kata betapa kerennya perjuangan para panitia yang kerja dari Maret hingga hari H. sampe begadang-begadang, ngangkut kursi, ngurus katering, jemputin pembicara, dan semua keringat dan energi yang dicurahkan. Gak ada kalian, gak akan ada IGDX!!!
Akhirnya transisilah kepengurusan dari Naren, presiden AGI 2016-2019 ke presiden yang baru, Cipto, untuk periode 2019-2024. Hal pertama yang kita lakukan di kepengurusan baru ini adalah dengan mengajak Kominfo berkolaborasi lebih erat lagi untuk IGDX. Kita meeting dan coba plan untuk memperbesar skala nya IGDX dari acara kampus menjadi acara internasional. Cuma memang siapa yang bisa prediksi, tiba-tiba pandemi terjadi. Di 2020 kita gak bisa ngapa-ngapain. Di 2021 kita coba bikin hybrid. Dan baru di 2022 kita bisa menunjukan gigi IGDX sebagai acara yang akan jadi magnet bagi industri game tidak hanya di Indonesia, tapi diseluruh dunia.
Tahun 2022 bisa dibilang agak malu-malu yah, karena semua orang masih ragu apakah udah balik ke normal. Tapi sepanjang 2023 ini, kita bisa lihat kalau semua kegiatan sudah rebound sehingga demand untuk acara offline jadi sangat tinggi. Dan berkat portofolio di 2022, acara IGDX mulai jadi punya nama. Dari mulut ke mulut, orang-orang makin tahu kalau ada event bisnis match making dan conference yang ada di Indonesia. Apalagi pas tahu ada di Bali, ini pelaku industri game dari luar negeri langsung berbinar-binar matanya. Dan berkat dukungan kominfo, acara IGDX bisa tetap berjalan walaupun tiketnya gratis. Gak ada loh event game di sekitar kita yang gratis. Gamescom Asia bayar, Level Up KL bayar, semua bayar. Di Indonesia aja gratis. Jadi gamedev bisa fokus nabung untuk transport dan akomodasi aja ke Bali, sisanya semua gratis.


Dan kerennya lagi, nama-nama besar di industri game ingin ikut terlibat di IGDX. Mereka melihat Indonesia sebagai power house untuk industri game dan ingin bisa tap in ke Indonesia. Google ingin berpartisipasi. Gak cuma sponsor, tapi juga akan mengadakan kelas workshop study jam yang materinya itu keren banget. Kalau mau sukses bikin game mobile, wajib banget ikut kelas itu. Terus yang bikin geger dunia persilatan, Steam akan officially support IGDX. Gak cuma hadir buat speak, tapi akan ada official side event IGDX yang dilakukan oleh Steam. Akan ada Networking Breakfast dan akan ada Roundtable dengan Steam. Di balik layar, ini tim IGDX juga masih tektokan dengan beberapa nama besar lagi yang tinggal tunggu tanggal mainnya 😀
Oh dan perlu diingat, selain ada Business dan Conference, IGDX juga sekarang punya Academy yang ngasih kamu mentor 1o1 selama lima bulan. Mentor2 ini skalanya global semua. Kalau bayar sendiri untuk konsultasi sama mereka pasti mahal banget. Ini semua dicover kominfo. Terus juga sekarang ada IGDX Career, platform untuk mempertemukan game dev dengan tempat kerja. Tahun ini yang ngisi lowongan kerja IGDX Career gak cuma game dev lokal loh, PlayStation pun ngisi lowongan di situ.


Wah gak kebayang deh IGDX ini 5 tahun lagi kayak apa. Bisa jadi akan sewah GDC, dimana orang-orang dari seluruh penjuru dunia bela-belain ke IGDX. Harapan saya cuma satu sih, semoga walaupun tahun depan tahun politik, presiden indonesia ganti, presiden AGI juga ganti, tapi IGDX bisa terus bertumbuh. Walaupun tahun depan saya sudah tidak di AGI lagi, tapi saya dan saya yakin teman-teman gamedev lainnya yang sudah ikut merintis IGDX, akan berkomitmen untuk selalu support IGDX.

Tinggalkan komentar