My Journal

Integritas Beragama: Tribute to Bapak

Tulisan ini saya dedikasikan untuk almarhum bapak saya yang kemarin (seharusnya) berulang tahun ke-58. Kebetulan dua hari yang lalu ketika saya sedang belanja di sebuah warung kecil dekat rumah mertua saya, pemilik tokonya menanyakan asal saya dari mana. Ternyata pemilik toko itu mengenal mertua saya dan mengenal bapak. Lalu pemilik toko tersebut sedikit bernostalgia tentang pengalamannya berinteraksi dengan bapak.

“Pak Syamsa itu orangnya baik. Dulu di Batan walaupun jadi pejabat, sama rekan-rekan yang lain ramah, tidak sombong, dan suka negur. Bahkan sama satpam juga selalu negur.”

Itu adalah salah satu kesan yang sering saya dengar dari rekan-rekan yang mengenal bapak. Satu hal yang ingin saya garis bawahi dari impresi tersebut adalah hubungan antara manusia yang baik. Bapak juga orangnya sangat jujur dan lurus. Tidak mau membelokan aturan untuk alasan apapun. Itu mengapa dulu bapak sempat dipercaya menjadi deputi di KPK.

Bapak termasuk orang yang ibadahnya kuat. Dari masa mahasiswa bergaulnya dengan remaja masjid, pernah nyantri, dan hingga akhir hayatnya selalu semangat untuk menghapal Al-Qur’an. Saya inget banget dulu kecil selalu bete kalau sholat jama’ah sama bapak karena pas sholat dipakai bapak untuk membaca dan melancarkan surat-surat yang baru dihafalkan :p *namanya juga anak-anak*

baca juga: Menyeimbangkan Spiritual dan Intelektual

Jadi saya bisa menggambarkan bahwa hubungan vertikal antara manusia dengan penciptanya, seimbang dengan hubungan horisontal antara manusia dengan manusia. Integritas dari ibadah dan ayat-ayat yang dibaca dalam tiap kesempatan, juga sejalan dengan perilaku sehari-hari di dunia. Ini yang bisa saya tarik sebagai integritas beragama, yakni konsistensi antara ritual dengan pencipta dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena yang ada di Indonesia kebanyakan adalah agama hanya menjadi ritual. Sholat dijalankan, pergi haji dikejar-kejar, rutin pengajian sana-sini, bahkan tampilan pun sudah layaknya orang Arab. Sayangnya hanya tradisi saja yang terlihat rajin dilaksanakan sedangkan ketika berperilaku di masyarakat tidak diterapkan.

baca juga: Yang Disesali dan Disyukuri

Banyak sekali contohnya dimana agama hanya jadi ritual tapi tidak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran, berapa banyak yang masih suka berbohong, menyogok (pakai jalur belakang), menyontek, dan membajak aplikasi atau musik. Kebersihan, siapa yang masih buang sampah sembarangan. Yang paling gampang, kita lihat saja perilaku vandalisme dan emosional golongan yang luarnya terlihat “putih-putih” tapi tindakannya brutal padahal Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian dan toleransi.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini dikarenakan pengajaran agama di Indonesia tidak tuntas. Agama Islam dikenalkan melalui selipan budaya oleh wali songo sehingga kental unsur tradisinya. Sayangnya, pemaknaan dari tiap tradisi agama tersebut belum tersampaikan dengan tuntas. Alhasil yang tersisa hanyalah penanaman ritual dan hafalan yang diturunkan dari waktu ke waktu.

baca juga: Biografi M. Syamsa Ardisasmita dari Seorang Anak

Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan edukasi yang baik, terutama edukasi agama. Pendidikan agama perlu dilakukan tidak hanya mengajarkan ritual, tapi memahami makna dari ritual yang dilakukan. Tidak hanya membuat anak menghafal ayat atau aturan, tapi juga mengajarkan untuk mengimplementasikannya di masyarakat dengan baik. Integritas dalam beragama ini harus dipupuk dari keluarga. Hal ini juga yang dicontohkan bapak kepada anak-anaknya.

Bagi saya, ini akan jadi perjalanan yang semakin menantang karena sekarang sudah memiliki anak juga. Zaman semakin runyam, masyarakat sosial tidak bisa lagi menjadi pendidik yang optimal, dan sekolah juga jarang yang mampu mengajarkan integritas. Pekerjaan rumah besar pagi saya dan istri, serta seluruh keluarga di Indonesia, untuk bisa mengajarkan integritas beragama kepada anak. Salah satu cara paling ampuh adalah dengan mencontohkan. Mulailah dari diri kita sendiri untuk bisa memiliki integritas, yakni konsistensi antara hubungan vertikal dengan horisontal yang berdasarkan pemaknaan agama yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar ritual.

About Adam Ardisasmita (1373 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

2 Comments on Integritas Beragama: Tribute to Bapak

  1. Kisah yang inspiratif mas. Pasti bangga punya ayah seperti beliau.

    Suka

1 Trackback / Pingback

  1. Buat Mereka Bangga – Ardisaz

Tinggalkan komentar