My Journal

Antara Nasionalisme Dan Bekerja di Luar Negeri

Punya teman yang saat ini sedang bekerja di luar negeri? Atau mungkin kamu sendiri saat ini bekerja di negeri orang? Kalau ternyata jawabannya iya, tentu kamu sering mendengar ada pertanyaan atau cibiran tentang nasionalisme.

Ada sinisme melihat mereka yang berkarir di luar negeri itu tidak cinta Indonesia. Dengan tidak bekerja di dalam negeri, mereka dianggap memajukan negara orang lain dan tidak berniat membantu bangsa ini yang sedang dalam ketertinggalan. Ibarat kacang lupa kulitnya.

Namun bagi saya, nasionalisme itu tidak bisa dilihat dari dimana kita bekerja. Kontribusi membangun bangsa ini juga tidak bisa diukur dengan asal perusahaan tempat kita bekerja saat ini. Dan pandangan saya pun diiyakan oleh jawaban dari Ainun Najib. Ainun Najib adalah salah satu anak bangsa dibalik aplikasi kawal pemilu yang dianggap sebagai salah satu bentuk kontribusi nyata orang IT di Indonesia.

Faktanya, justru Ainun Najib waktu itu tidak sedang bekerja di Indonesia. Dia pun juga tidak tinggal di Indonesia. Aplikasi yang membantu menjaga proses demokrasi di Indonesia tersebut malah dikerjakan secara remote oleh anak-anak kita yang sedang menggali ilmu dan pengalaman di luar negeri.

Pada sesi tanya jawab di website Tech in Asia, saya mencoba meminta pandangan Ainun Najib tentang programmer, atau anak Indonesia, yang memilih untuk kerja di luar negeri atau perusahaan asing dibandingkan kerja di Indonesia. Jawabannya menarik.

itu bagus. Malah sebaiknya di luar negeri saja. Sehingga bisa transfer masuk ke Indonesia, baik itu ilmu & pengalaman (knowledge & technology transfer) maupun pendapatannya juga (devisa). Harus diingat dunia saat ini sangat-sangat globalized, borderless; sudah hampir tidak ada sekat, persaingannya memang global.

Asumsi yang keliru jika “bekerja untuk membangun Indonesia” itu wajib dilakukan di dalam negeri; karena bisa jadi kalau di dalam negeri malah terhambat atau tidak bisa tumbuh, serta sudah banyak buktinya teman-teman diaspora (perantauan Indonesia di LN) yang membangun Indonesia dari luar negeri. Dan jangan lupa, yang bekerja di dalam negeri berarti sebenarnya mengambil jatah ekonomi dari saudara senegaranya sendiri dalam kancah persaingan dalam negeri…

talenta Indonesia itu terkenal di mancanegara, terutama di bidang IT. Karakternya: low-profile high-performance.

Jadi anggapan bahwa kerja di luar negeri sama dengan tidak nasionalis sama sekali tidak benar. Justru dengan banyak anak kita yang tersebar di luar negeri, mereka bisa menyerap ilmu jauh lebih banyak dan lebih cepat untuk pada akhirnya digunakan di Indonesia.

Wakil Presiden kita, Jusuf Kalla, dalam pembekalan calon penerima beasiswa LPDP ke luar negeri juga mengatakan hal yang senada.

Anda berutang kepada negara. Anda bayarnya bukan dengan uang tapi prestasi, daya saing, kemampuan, produktivitas. Kalau tamat diminta kerja di Microsoft, Google, silakan. Dengan itu Anda kembali ke Indonesia lebih hebat lagi karena itu tidak ada ikatan dinasnya, national interest namanya,

Jadi bagi teman-teman yang memang ingin berkarir di luar negeri, jangan ragu dan silahkan untuk berkarya sebaik-baiknya.Ā Tapi tentu jika kamu ingin berkiprah di dalam negeri juga bagus. Bisa dibilang kita bagi-bagi tugas lah, ada yang berjuang memajukan Indonesia dari dalam dan ada yang menggali pengalaman dan pengetahuan sebanyak-banyaknya di luar. Nanti ketika saatnya tiba, bisa sama-sama berkolaborasi untuk satu tujuan.

Ada anggapan bahwa klo sudah keasyikan di luar, pasti gak mau kembali ke Indonesia. Tapi justru saya yakin sejauh apapun mereka pergi, selama apapun mereka bekerja di negara orang, ketika dibutuhkan dan dipanggil oleh Indonesia, pasti tidak akan ragu untuk segera membooking tiket pesawat dan berkontribusi untuk tanah air. Ingat kan ketika Pak Dahlan Iskan memanggil pulang putera petir untuk mengembangkan mobil listrik? Sayangnya kondisi Indonesia hari ini belum mendukung untuk ilmu tersebut diimplementasikan. Tidak apa, itu cukup untuk membuktikan kalau pada saatnya mereka dipanggil pulang, pasti akan pulang kok šŸ˜€

Bagaimana menurut kamu? Ada gak yang sekarang lagi kerja di luar negeri atau sedang bimbang memilih untuk kerja di dalam atau di luar? Kira-kira benar tidak nih pandangan Ainun dan Pak JK untuk mendorong kita-kita pada bekerja di luar negeri? Coba share pandangan dan pengalaman kamu di kolom komentar yah šŸ™‚

About Adam Ardisasmita (1373 Articles)
CEO Arsanesia | Google Launchpad Mentor | Intel Innovator | Vice President Asosiasi Game Indonesia | Blogger ardisaz.com | Gagdet, Tech, and Community enthusiast.

9 Comments on Antara Nasionalisme Dan Bekerja di Luar Negeri

  1. Dam, menarik nih artikelnya. Tapi apa beneran bisa ya kak membuat Indonesia lebih baik dengan sebagian generasi mudanya bekerja di luar negeri? Kalau ambil contoh nyata bangsa India, mereka sudah gak kehitung di Amerika banyaknya, sampai beranak pinak juga di sini. Tapi negaranya begitu saja, gak ada perbaikan yang signifikan dari tahun ke tahunnya (kata orang kantor sih). Dan most of them jg pindah kewarganegaraan jadi US citizen. Orang Indonesia yang sudah lama di sini juga ada beberapa yang sudah jadi citizen (dari gw ketemu beberapa orang Indo, di antara mereka sudah lumayan yang ganti kewarganegaraan, bahkan yang muda2 juga). Kalau begitu ceritanya, apa masih bisa memajukan Indonesia ya Dam?

    Disukai oleh 1 orang

    • Menarik Sas šŸ™‚
      Kalau kita berkaca sama India, dari sisi IT sekarang mereka cukup maju. Apalagi Satya Nadela dan Sundar Pichai sekarang megang posisi CEO perusahaan raksasa. Dan mungkin belum hari ini impact itu berasa, mungkin ketika Satya dan Sundar pensiun dan berencana untuk mengembangkan negaranya ketika sudah selesai dengan dirinya sendiri, atau bisa jadi ketika salah satu dari mereka jadi menteri/presiden di India :p Siapa yang tau.

      Pertanyaannya justru kapan atau kondisi seperti apa yang akan membuat mereka kembali ke Indonesia (entah secara fisik atau memberikan impact bagi Indonesia). Sesimpel kayak ada animator kita yang kerja di Marvel, bisa undang dia ke Indonesia untuk sharing skill sama komunitas dan pelaku industri di sini aja udah ngasih impact gede kok. Misalkan ada game developer yang jadi programmer di Blizzard, bisa ngobrol atau chat via forum sama dia dan berbagi ilmu aja itu udah bermanfaat banget. Itu baru impact sederhana yang gak akan bisa kita rasakan kalau bukan sama-sama orang Indonesia. Apalagi kalau mereka sudah berada pada titik “selesai dengan dirinya” dan ingin memajukan negaranya, pasti lebih besar impactnya.

      Makanya ini juga sebenernya paralel antara anak2 kita yang menggali ilmu di luar sana dengan pemerintah kita (dan orang-orang yang mengabdi di Indonesia) untuk membangun ekosistem agar ketika waktunya tiba, mereka bisa kita panggil ke Indonesia untuk memajukan Indonesia bareng2 šŸ™‚

      Disukai oleh 1 orang

      • Asik kak setuju šŸ™‚ terus yang menarik gini Dam, semacam Nadella, dia udh jadi US citizen kan (gw ragu dia dual citizenship), terus Pichai mungkin udah jadi US citizen (gak nemu sumber, tapi biasanya orang India yang udh lama di US udah pindah kewarganegaraan). Kalau gw pikir-pikir, rasanya sangsi dia akan kembali ke India, mungkin kalau sharing ilmu atau sekedar berkunjung rasanya masih besar kemungkinannya. Dan rasanya, nasionalisme doi berkurang gak sih? Karena dia pindah kewarganegaraan itu? Tapi emang banyak sisi dari satu cerita sih. Biasanya untuk megang posisi penting di perusahaan gitu, umumnya harus US citizen. Tapi CEO kantor gw orang Australia sih, jadi… white people power? šŸ˜› hahahaha

        Disukai oleh 1 orang

        • Hmm iya sih, sedalam apa rasa nasionalisme orang India dibandingkan orang Indonesia juga perlu kita tilik yah. Pengaruh juga ke optimisme terhadap negaranya. Kayak si Ainun ini aja mau kontribusi ke Indonesia karena ngeliat ada harapan sama pemerintah yang sekarang. Atau yang Dahlan Iskan juga gitu kan case-nya, ampe gajinya sebagai menteri rela dikasih. Kalau pendekatannya kayak gitu, rasanya sih klo orang Indonesia bakal bisa balik lagi yah (asumsi sih ini).

          Suka

  2. Kalau contoh Anda soal game developer asal indonesia berbagi ilmu, impaknya nggak sama. Itu sih terkungkung gemerlap label “kerja di perusahaan ternama” aja. Dengan globalisasi sekarang, programmer indonesia bisa ngobrol bagi ilmu dengan programmer rusia atau china mah biasa. Asal gak gengsi aja.

    Menarik. Banyak yang menggunakan contoh Satya Nadela, indian born yang merupakan warga negara Amerika Serikat. Ada artikel menarik di the guardian ketika Nadella jadi CEO Microsoft. Isinya mengkritik sikap (dan a logical fallacy) “individual success is proof of the nation’s collective intellect, work ethic and merit” yang akhirnya juga jatuh pada kebanggaan “etnik” atau sekelompok orang, bukan benar-benar membangun “bangsa”.

    Disukai oleh 1 orang

    • Iya sih ya, kalau masalah knowladge sharing sebenernya sama siapa aja bisa. Dan memang sepertinya tidak bisa disamakan case by case. Ini cuma kebetulan aja pengalaman pribadi saya punya beberapa teman yang kerja di perusahaan ternama di luar sana, kalau lagi pulang ke Indo, suka diundang jadi pembicara secara cuma-cuma, suka dimintain feedback terkait produk/industri lokal dan gimana bisa ngemajuin itu dari knowledge yang dia punya, dan beberapa ada yang memang sudah punya rencana pulang ke Indonesia dan bikin startup di sini. Mungkin itu juga yang diharapkan sama Pak JK dan Ainun Najib. Tapi tentu case yang gak balik lagi juga tetap ada.

      Iya, terkait Satya dan Pichai rasanya sama yah kayak pendapat Saskya di atas. Mereka lebih ke arah etnisnya saja namun nasionalisme-nya tetap lebih berat ke US. Sepertinya menarik juga untuk dipelajari lebih dalam sebesar apa rasa Nasionalisme mereka terhadap negara etnisnya tersebut.

      Suka

  3. Gue sebenernya punya pandangan kontroversial soal ini hahah. Menurut gw, ‘nasionalisme’ itu sifatnya subjektif, dan kita nggak mungkin memaksa semua orang yang kuliah/kerja di luar negri untuk punya nasionalisme tinggi. Lo sendiri tau kan gimana susahnya menanamkan sebuah ‘nilai’ dalam diri seseorang seperti yg kita semua pernah alami ketika ospek? apalagi kalau nilai itu asing, atau ditanam paksa. Yakin, gabakal bertahan lama. Sama halnya dengan nasionalisme. Menurut gue, nasionalisme itu sama kayak agama. Kalo ga terpaksa, cuma hidayah yang bisa bikin orang punya rasa nasionalisme tinggi.

    Lo mau bantu orang? Kenapa harus Indonesia? Di dunia ini, masih banyak juga kok orang-orang yang lebih menderita dari Indonesia. Kenapa nggak mereka? Some people think that way, dan gue termasuk yang setuju dengan hal itu. Nasionalisme, ketika diartikan secara sempit justru bakal menghambat potensi untuk berkontribusi. Apalagi, dengan kondisi Indonesia kayak sekarang. Mau apa-apa dibikin susah.

    Terus, membangun Indonesia disini juga mesti diliat definisinya apa. Kalo definisinya sesempit meningkatkan taraf hidup rakyat miskin, atau memperbaiki infrastruktur di daerah-daerah terpencil, jelas aja IT ga bisa berkontribusi banyak. Di pedalaman sana, boro-boro mereka mau pake aplikasi buat pesen makan, wong hape aja gapunya. Lebih tepat guna mengirimkan tenaga medis, atau ahli teknologi pangan yang bisa mengolah hasil perkebunan setempat jadi sesuatu yang bisa dimakan dan diproduksi massal, things like that. Tapi, kalo definisi ngebangun Indonesia tu termasuk didalamnya adalah membuat Indonesia bisa bersaing secara global dan namanya dikenal di kancah persaingan dunia, gue yakin IT bisa ngasi kontribusi. Dan itu ga harus lokasinya di Indonesia, IMHO.

    But thanks for the insight. Interesting, indeed.

    Disukai oleh 1 orang

    • Sepakat banget dengan konsep nasionalisme itu sifatnya subjektif dan bener-bener ke pribadi orangnya šŸ™‚ Sesimpel kayak cinta dengan kota kelahirannya, atau cinta dengan komplek tempat dia tinggal, atau cinta dengan almamaternya, gak ada satu aturan baku kita harus cinta dan orang bisa suka bisa juga enggak. Sama dengan nasionalisme. Yang akan membuat orang akan kembali ke negaranya ya kecintaannya terhadap negara tersebut. Pertanyaan dia cinta atau enggak, itu urusan masing-masing. Gak bisa memang dipaksakan orang harus cinta dengan Indonesia.

      Konon katanya di US, kebanggaan terhadap US Citizenship itu sangat besar. Dan propaganda pemerintah, media, dll juga berperan di situ. Mungkin ini bentuk dari “menanamkan nasionalisme” yang dilakukan di US kali yah?

      Suka

      • Berdasarkan apa yg pernah gw lihat (tentu ini dr kacamata gw yah haha) gw nggak merasa kalo nasionalisme mereka se-wah itu juga sih. Mungkin karena pengaruh US di dunia ini gede, dan segelintir orang yang berpengaruh itu punya pride tinggi terhadap negaranya, membuat nasionalisme mereka kelihatannya setinggi itu.

        Ya, mereka merayakan 4th of July besar-besaran.. tapi menurut gw itu lebih karena mereka pada dasarnya antusias dengan celebration macam apapun. Ga jauh beda sama christmas, new year, dll. Sebagian mengaku cinta US karena merasa nyaman tinggal di US (tapi sedihnya, banyak dari mereka yang cuma tau US doang, gatau dan gamau tau apa2 ttg negara lain šŸ™‚ ), because almost everything is made easy (yang ini, gue pun merasakan betapa service2 yang ada di US itu memanjakan wkwk). Banyak juga yang netral-netral aja, ato sabodo amat. Tapi memang gw melihat jumlah anak SMA yang minat masuk navy/airforce/army sebagai bentuk nasionalisme gitu lumayan banyak. Kalo yang itu, gw ngeliatnya karena beberapa hal:
        1. Pride & Reward. Reward pemerintah US buat militer2nya gausa ditanya. Sekola dibiayain, training2 dikasih, careed advancement jelas, Jadi orang militer itu masih dianggap kebanggan buat banyak orang disana. For some people, it could give them meaning in their life DAN meningkatkan taraf hidup mereka. Lo bisa liat, mereka ngga harus melakukannya di dalam negeri.
        2. Didukung awareness-nya oleh insitusi pendidikan, contoh, adanya program2 seperti school cadets (semacam training militer buat nak SMP/SMA). So they know what they’re getting at before deciding to join military.

        Tapi mnurut gue, yang paling berpengaruh sih Reward. Itu adalah motivasi dasar hampir setiap orang, di bidang apapun. Ga harus dalam bentuk uang, tapi penghargaan atas usaha & kerja keras. Appreciation. Dan setelah dipikir2, isn’t that what’s lacking from our country? šŸ™‚

        Suka

1 Trackback / Pingback

  1. Selamat Ulang Tahun Indonesia | Ardisaz

Tinggalkan komentar